Senin, 09 September 2013

Penghormatan Salib

Oleh : Romo Yohanes Bambang,MTS.

Salah satu perbedaan antara Orthodox dan Protestan adalah Penghormatan Gereja Orthodox terhadap salib.  Para Saudara kita Protestan tidak menandai diri mereka sendiri dengan tanda salib sebelum atau sesudah doa, dan mengatakan :”Dalam Nama Sang Bapa, dan Sang Putra serta Sang Roh Kudus” Mereka tidak menandai makanan dengan tanda Salib sebelum makan, maupun tidak menggunakan salib untuk memberkati orang-orang atau pakaian.
Para Saudara kita Protestan terisi bahwa mereka percaya salib hanya di dalam hati mereka tanpa menggunakannya. Baru-baru ini sampai mereka tidak menancapkan Salib pada gereja-gereja mereka. Banyak dari mereka yang tidak mengenakan salib dan tidak satupun dari mereka memegang salib di tangan mereka.  Mereka juga tidak merayakan pesta-pesta salib pun juga tidak menggunakan arak-arakan dengan memegang salib sementara menyanyikan kidung-kidungan dan puji-pujian. Mereka tidak mencium salib dan tidak mengambil suatu berkat darinya.
Sekarang kita akan berusaha menerangkan mengapa Orthodoxia memberi demikian penting pada salib dan kita akan melihat bahwa membuat tanda salib itu sangat bermanfaat, berguna dan sesuai dengan pengajaran Kitab Suci.

1). Penekanan Tuhan Yesus Kristus Tentang Salib  
Sejak permulaan Pelayanan Tuhan, selama pengajaranNya dan terutama pada penyalibanNya, Dia telah meletakkan penekanan yang cukup besar pada Salib. Dia berkata : “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu” ( Mat 10:38) dan “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat 16:24, bandingkan Mrk 8:34). Dalam PercakapanNya dengan orang muda yang kaya, Dia berkata padanya : “..pergilah , juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin , maka engkau akan beroleh harta di sorga , kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” ( Mark 10:21). Ia juga berkata : “Barangsiapa tidak memikul salibnya  dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu” ( Mat 14:27).

2). Salib adalah inti dari pelayanan para malaikat dan Para rasul
Suatu pokok yang penting adalah bahwa sang malaikat yang memberitakan kebangkitan Tuhan itu berkata pada para wanita : “…kamu mencari Yesus yang telah  disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakanNya..” (Mat 28:5-6). Jadi jelas Sang malaikat itu menyebut Tuhan “yang telah disalibkan”, meskipun Dia itu telah bangkit.  Dengan demikian gelar “Disalibkan” itu terus dikaitkan pada Tuhan.
Para bapa rasul telah menekankan penyaliban Tuhan dalam kotbah mereka. Dalam kotbahnya pada orang-orang yahudi, Js. Petrus mengatakan : “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” ( Kis 2:36). Js. Paulus mengatakan : “…kita memberitakan Kristus yang disalibkan” ( 1 Kor 1:23), meskipun penyaliban Tuhan itu telah dipandang sebagai “suatu batu sandungan dan bagi kebodohan orang orang Yunani”.
Sang rasul memandang Salib adalah esensi dari kekristenan dan mengatakan : “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa  di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” ( 1 Kor 2:2).  Yang ia maksudkan bahwa salib adalah satu-satunya pokok yang dia ingin ketahui.

3). Salib adalah Obyek kemuliaan Para rasul
Js. Paulus Sang rasul mengatakan :”Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus” ( Gal 6:14). Kalau kita meminta dia rahasia dibalik kata-kata ini, ia akan terus dan mengatakan :”sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” ( Gal 6:14)

4). Ketika kita membuat tanda salib, kita mengingat banyak arti kudus dan rohaninya
Kita ingat akan kasih Allah pada kita, yang demi keselamatan kita telah mati untuk kita :”Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” ( Yes 53:6). Ketika kita membuat tanda salib, kita ingat akan :”Anak Domba Allah yang mengambil dosa dunia” ( Yoh 1:29), dan bahwa :”Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” ( 1 Yoh 2:2)

5). Ketika kita membuat tanda salib, kita mengaku bahwa kita ikut disalibkan.
Bagi  mereka yang mengambil salib hanya dengan arti rohaninya kedalam hati tanpa menunjukkan tanda tanda nyata, itu tidak mengungkapkan  secara terbuka milik yang kita nyatakan dalam wujud dengan membuat tanda salib, didalam mengenakan dan mencium salib di depan semua orang, dalam ukiran di pergelangan tangan kita dan sampai meningkat pada tempat-tempat ibadah kita. Dengan melakukan semua ini, maka kita sedang memberitakan keyakinan kita ini secara terbuka. Kita tidak memalukan salib Kristus di depan orang-orang namun kita memuliaakannya, dipanggil olehnya, merayakan pesta-pestanya dan berpegang teguh bahkan tanpa kita mengambil salib, penampakan kita itu menyatakan keyakinan kita.

6). Manusia tidak hanya roh dan pikiran, namun ia juga mempunyai indra jasmani  yang seharusnya indra tersebut melintasi melalui sarana salib yang disebutkan diatas
Tidak semua orang itu datang dari tingkat kerohanian yang sama dan tidak memerlukan indra bagi perenungan kerohanian mereka. Indra itu diberi gizi oleh semua sarana yang telah disebutkan diatas dan tidak dibatasi dalam diri mereka sendiri, namun mereka itu mentransfer efek-efek yang mereka terima pada pikiran dan roh.  Pikiran itu sendiri mungkin tidak mengingat salib atau  mungkin tidak mengingatnya terlalu banyak. Namun saat ia memahami salib sebelumnya, melalui indra, ia mengingat semua perasaan kudus dan rohani yang dihubungkan dengan salib dan tersalibkan. Dengan demikian kita menyembah Allah secara rohani, intelek dan fisik, yang mana semua ini menguatkan satu sama lain.

7. Kita tidak membuat tanda Salib Keheningan, namun kita katakan : “dalam nama Sang Bapa dan Sang Putra serta Sang Roh Kudus”
Kartena itu setiap saat  kita membuat tanda salib, kita mengaku keyakinan kita  dala Tritunggal Mahakudus yang adalah Allah selamanya. Amen. Dengan demikian kita diberi kesempatan tetap mengingat akan Tritunggal Mahakudus dalam hidup dan kehidupan ini.

8). Dalam membuat tanda Salib, kita menyatakan keyakinan kita dalam Inkarnasi dan Penebusan.
Kita membuat tanda salib dari atas kebawah dan dari kiri ke kanan. Kita mengungat bahwa  Allah telah turun dan memindahkan umat manusia dari kiri ke kanan, dari kegelapan kepada terang, dari kematian kepada hidup. Berapa banyak penerungan yang kita pikirkan dengan otak kita dan rasa dengan hati kita ketika kita membuat tanda salib.

9). Membuat tanda salib adalah suatu pengajaran agama kepada anak-anak kita dan pada orang-orang lain.
Ia yang membuat tanda salib saat dia berdoa, saat dia masuk Gereja, saat dia makan, saat dia akan tidur dan segala waktu, adalah dia yang mengingat salib. Peringatakan ini adalah bermanfaat untuk kerohanian dan secara Alkitabiah sangatlah diperlukan. Hal ini juga mengajar umat, khususnya anak-anak kecil, bahwa Kristus telah disalibkan.

10).Dalam Membuat tanda Salib, Kita memberitakan kematian Tuhan bagi kita, sesuai dengan PerintahNya
Ini adalah Perintah Tuhan untuk memberitakan kematianNya (bagi penebusan kita) sampai Dia datang ( l Kor 11:26). Setaip waktu kita membuat tanda salib kita mengingat kematianNya dan akan mengingat Dia sampai Dia datang.
Kita juga mengingat Tuhan dalam Perjamuan kudus namun Sakramen ini tidak dirayakan tidak terus menerus  sedangkan kita dapat mem,buat tanda salib itu setiap saat, dan mengingat kematian Tuhan bagi kita.

11). Dalam membuat tanda salib, kita memgingat bahwa penghukuman dosa itu adalah kematian
Itulah mengapa Kristus telah mati. Kita telah mati dalam pelanggaran ( Ef 2:5), namun Kristus telah mati bagi kita diatas salib dan telah memberi kita kehidupan. Diatas Salib Dia telah membayar harga dan telah berkata pada sang Bapa “Bapa ampunilah mereka”.

12). Kita membuat Tanda Salib kita mengingat kasih Allah bagi kita
Kita mengingat bahwa salib adalah suatu persembahan kasih. “karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Kita mengingat bahwa “Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa….diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya” ( Rom 5:8,10). Di dalam salib kita mengingat kasih Allah terhadap kita, karena “tidak ada kiasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” ( Yoh 15:13).

13. Kita membuat tanda salib karena salib memberi kita kuasa
Js. Paulus  telah merasa akan kuasa salib dan berkata : “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” ( Gal 6:14) dan “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah” ( 1 Kor 1:18). Kita memberitahu bahwa ia tidak mengatakan bahwa penyaliban itu adalah kuasa Allah, namun bahwa kata salib itu sendiri semata-semata “kuasa Allah”.
Karena itu, saat kita membuat tanda salib dan saat kita menyebut salib, kita diisi dengan kuasa sebab kita mengingat akan salib itu, melalui salib, Tuhan telah menginjak-injak kematian dan telah memberikan kehidupan bagi semua orang, telah mengalahkan dan mengatasi setan.l
Karena itu :
14). Kita membuat tanda salib karena setan takut akan salib
Segenap usaha setan semenjak penciptaan Adam sampai Akhir dunia, itu berakhir pada titik nol diatas kayu salib. Allah telah membayar dengan harga melalui darahNya. Ia telah menghapuskan dengan darahNya dosa-dosa semua orang yang percaya dan setia padaNya. Karena itu kapan saja Setan melihat Salib, setan itu bergemetaran, mengingat kekalahan besar dan kehilangan hasratnya dan mundur.
Dengan demikian jelas bahwa anak-anak Allah menggunakan tanda salib itu, karena salib adalah tanda kemenangan dan kuasa Allah. Mereka diisi dengan kuasa kedalam, dan musuh gemetar dibuatnya.
Mengangkat Ular di masa lampau (kisah Nabi Musa & tongkat ular tembaga), adalah obat bagi umat dan keselamatan dari kematian, menyerupai mengangkat kemuliaan Allah diatas kayu salib. Hal ini juga menyerupai tanda salib dalam kasiat-kasiatnya ( Yoh 3:14).

15). Dalam Membuat tanda salib, kita menerima suatu berkat
Seluruh dunia telah dikutuk dan telah berada dibawah penghukuman maut. Tetapi pada kayu salib Tuhan telah memanggul segenap kutuk kita, untuk memberi kita berkat pendamaian dengan Allah ( Rom 5:10), berkat kehidupan baru yang murni, berkat keanggotaan tubuhNya. Semua anugerah Perjanjian baru itu didapat dari salib. Itulah menmgapa Para Imam ( Presbiter) menggunakan salib dalam memberi berkat, menandakan bahwa berkat tidak datang dari mereka namun dari salib Tuhan yang telah mempercayainya  mereka untuk digunakan memberkati apa saja. Apalagi mereka menggunakan salib karena mereka mendapatkan keimamannya itu dari keimamannya dari yang tersalibkan  Semua berkat Perjanjian Baru itu memancar dari salib Tuhan dan dari kasiat-kasiat dari salib itu.

16). Salib digunakan dalam semua Sakramen Kudus dalam Kekristenan  
Semua Sakramen bersumber dari darah Kristus di atas kayu salib. Jika bukan karena salib, kita tidak akan pernah layak untuk mendekati Allah sebagai anak-anakNya dalam Sakramen Baptisan, kita tidak akan pernah layak untuk mengambil tubuh dan darahNya dalam Sakramen Perjamuan Kudus ( 1 KOr 11:26), pun kita tidak akan pernah nampu untuk menikmati anugerah apapun dari sakramen-sakramen Gereja jika tanpa salib.

17). Kita memuliakan salib untuk mengingat persekutuan kita dengannya
Kita mengingat kata-kata Js. Paulus yang mengatakan :” namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup di dalam aku, melainkan Kristuis yang hidup di dalam aku..” ( Gal 2:20) dan “…..ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya..” ( Fil 3:10).  Disini kita meminta bagi diri kita sendiri : kapan dapatkah kita masuk kedalam persekutuan Penderitaan Kristus dan berdoa dengan Dia ?
Kita juga mengingat Pencuri yang bertobat yang telah disalibkan bersama dengan Tuhan dan pantas untuk bersama-sama dengan Dia di Firdaus. Barangkali ia sedang bernyanyi dalam Firdaus nyanyian Js.Paulus : “ Aku telah disalibkan bersama dengan Kristus”
Aspirasi kita adalah untuk naik keatas salib dengan Kristus. Salib adalah kemuliaan kita kapanpun salib itu datang, itu berhubungan dengan indra kita.

18).  Kita mengagungkan Salib Sebab salib adalah Kesukaan Sang Bapa
Sang Bapa telah menerima Kristus diatas kayu salib sebagai korban penghapus dosa yang menyenangkan dan sebagai korban bakaran. Ia adalah bau semerbak wewangi yang menyenangkan Tuhan ( Im 1:9,13,17). Terkait dengan hal ini, Nabi Yesaya mengatakan  : “Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan…” ( Yes 53:10).
Tuhan Yesus Kristus itu telah memuaskan Sang Bapa dalam segenap kehidupanNya diatas dunia ini. Namun Dia telah masuk kedalam kepenuhan kepuasan ini di atas kayu salib saat Dia “telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” ( Fil 2:8).
Setiap saat kita melihat salib, kita mengingat kesetiaan yang sempurna dan ketundukkan yang sempurna sehingga kita boleh menyerupai Kristus dalam kesetiaanNya sampai pada titik kematian.
Salib adalah obyek yang menyenangkan Sang Bapa, juga obyek yang menyenangkan Putra yang tersalibkan, dan tekait dengan hal ini tertulis :”yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia,…”( Ibr 12:2). Dengan demikian sukacita yang penuh dari Kristus itu ada di dalam Salib. Biarlah kita menjadi seperti Dia.


19). Di dalam salib kita pergi kepada Kristus di luar perkemahan dan menanggung-Nya cela  (Ibrani 13:13).
Cela Kristus adalah Penyaliban dan PenderitaanNya. Didalam  membuat tanda salib, kita hidup kembali merasakan Pekan Kudus dan mengingat apa yang dikatakan tentang nabi Musa : “Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai  kekayaan yang lebih besar dari pada harta Mesir..” ( Ibrani 11:26)

20). Kita memanggul Salib Kristus sebab Salib mengingatkan kita tentang KedatanganNya yang kedua kali
Kita Suci mengatakan tentang akhir jaman dan kedatangan Tuhan : “Pada waktu itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan semua bangsa di bumi akan meratap dan mereka akan melihat Anak manusia itu datang di atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya” ( Mat 24:30).
Karena itu marilah kita memuja-agungkan salib, tanda Anak manusia, sekarang di bumi sepanjang kita mengharapkan untuk melihatnya di dalam sorga saat Ia datang di awan sorgawi pada kedatanganNya yang mulia.

Senin, 02 September 2013

Sejarah Singkat Gereja Perdana (jilid 2)

Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.

Sebagaimana telah kita singgung diatas, bahwa Kristus sendiri telah mengatakan bahwa: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18). Dari apa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus Kristus ini yaitu alam maut tidak akan menguasainya”, itu jelas menunjuk pada artian bahwa selama Gereja itu ada dan ada di jagad ini, maka tantangan dan problematika yang dihadapi oleh Gereja itu selalu ada dan tidak pernah berhenti, namun tantangan dan problematika itu tidaklah pernah menjadikan Gereja itu hancur dan musnah sama sekali. Dan untuk lebih jelasnya tantangan apakah yang dihadapi oleh Gereja Perdana itu ?

A. Tantangan yang dihadapi Gereja pada abad 1 sampai dengan 4
Pada abad-abad awal dalam Sejarah Gereja Perdana ini, banyak orang Kristen mengalami aniaya dan tidak sedikit orang percaya yang terbunuh karena Imannya. Suatu misal pada tahun 64 Masehi ketika zaman pemerintahan kaisar Nero yang pada zaman itu pula St. Petrus dan St. Paulus mati terbunuh, banyak orang Kristen yang dikejar-kejar dan dianiaya. Sifat penganiayaan itu bersifat sporadis, suatu misal di disebelah Timur Mesopotamia yaitu ketika berada dibawah kekaisaran Agung Persia, banyak orang Kristen yang dianiaya karena cemburu pendeta-pendeta Agama Zoroaster, yaitu agama resmi Persia terhadap orang percaya, sementara di Roma sendiri Agama Krtisten dianggap sebagai “agama yang tak resmi” atau “Religio Illicita”, serta orang-orang percaya dianggap sebagai :
Atheisme: karena mereka tak menyembah dewa kafir Romawi-Yunani, sehingga mereka dianggap tak berdewa atau ber- Tuhan.
Kanibalisme: karena kebiasaan orang Kristen dalam setiap pertemuan Ibadah selalu makan daging dan minum darah seorang bayi.
Imoralitas dalam Kebaktian: Karena orang Kristen dalam Setiap kali pertemuan Ibadah selalu mengatakan “Cium Kudus” , yang oleh orang kafir hal ini dianggap telah melakukan perzinahan sumbang yaitu perzinahan sesama saudara. Hal seperti ini tentu saja telah menimbulkan rasa takut dan benci di kalangan orang kafir terhadap orang Kristen.
Sementara dari pihak pemerintah, karena orang Kristen menolak memberikan kemenyan di depan patung Kaisar sebagai tanda loyalitas terhadap Kaisar yang dianggap sebagai “Dominus et Deus“, penolakan orang percaya memberi kemenyan pada patung kaisar, karena dalam pemandangan orang percaya hanya Kristuslah sebagai “Dominus” itu. Dan karena penolakannya itulah maka orang Percaya dianggap sebagai Pembangkang politik yang membahayakan, karena mereka mempunyai loyalitas terhadap Raja lain yaitu Kristus “Sang Dominus” itu.
Para Bapa Gereja yang mati teraniaya dan sahid pada abad-abad ini adalah Ignatius dari Antiokia, pengganti ketiga dari Rasul Petrus di Antiokia, Syria sebagai Episkop (110 Masehi), Polikarpus Episkop dari Smirna mati teraniaya dibawah Kaisar Marcus (l66 Masehi) dan Yustinus Sang Suhada.
Dan juga perlu ditandaskan disini, bahwa abad-abad awal ini banyak sekali bermunculan tulisan mengenai Kristus, yang mana tulisan ini disebut sebagai “Apokrifa” (jangan dikacaukan dengan “Anaginoskome” dari Perjanjian Lama) serta tulisan-tulisan “Pseudopigrafa“. Biasanya tulisan-tulisan itu memakai nama salah satu dari Para Rasul dan memasukkan dongeng-dongeng aneh mengenai masa kecil Kristus, kehidupan Perawan Maria dan kegiatan-kegiatan karya Para Rasul. Dan sebagian dari tulisan-tulisan ini, menjadi bagian kisah dalam Kitab Suci Al-Quran terutama mengenai kisah masa kecil Tuhan Kita Yesus Kristus, dan bersama dengan itu muncul pula aliran “Gnostikisme” yaitu suatu bidat yang mengubah ajaran Kristen seperti ajaran kebatinan. Dan dalam rangka melawan pengajaran ini, Gereja menyebut ajaran Rasuliah ini sebagai ajaran yang “Orthodox” yang berasal dari kata “Orthos” yang artinya benar atau lurus dan “Doxa” yang berarti penyembahan atau ajaran, jadi kata Orthodox ini bukan berarti kolot namun “penyembahan yang lurus atau pengajaran yang lurus benar”, dan sebagai lawan Orthodox adalam Heterodox. Dan akibat dengan banyaknya ajaran palsu dan Gnostik inilah, maka para Apologist dan Bapa Gereja menekankan pentingnya “suksesi Rasuliah” dan bersama itu pula tulisan-tulisan mana yang dianggap oleh Gereja bisa menjadi bahagian dalam kanon Kitab Suci.
Tulisan-tulisan yang bisa dimasukkan dalam kanon itu harus :

  •  Berasal dari zaman Para Rasul.
  •  Ditulis Para Rasul sendiri atau teman/murid dekat mereka
  •  Sesuai ajaran Rasuliah tanpa putus sebagai paradosis dalam Gereja
  •  Digunakan secara merata di seluruh Gereja awal
  •  Harus mengajarkan kesucian dan bukan dongeng-dongeng gnostik.
Dan berdasarkan seleksi yang dilandaskan atas persyaratan diatas, maka surat-surat yang dapat dimasukkan kedalam kanon Kitab Perjanjian Baru itu hanya ada 27 Surat atau Kitab.
Menginjak pertengahan abad ketiga ini, penganiayaan besar-besaran terhadap orang percaya juga terjadi, suatu misal pada tahun 249 ketika Kaisar Decius naik tahta, kaisar ini mengadakan penganiayaan terhadap orang Percaya secara universal, dan penganiayaan ini dilanjutkan oleh Kaisar Valerianus (253-260). Dalam penganiayaan ini, orang percaya dipaksa mempersembahkan korban kepada patung kaisar sebagai “Tuhan dan Illah”, para rohaniwan harus dikejar dan dibunuh, harta benda Gereja harus disita. Dan baru setelah anak Valerianus naik tahta dan berdiri sebagai Kaisar, maka penganiayaan terhadap orang Kristen dihentikan. Dengan berhentinya penganiayaan ini Gereja berkembang secara luar biasa, namun akibat penganiayaan itu telah mengakibatkan krisis besar di dalam Gereja.
Mengapa? karena bagi mereka yang pada saat penganiayaan itu mau dengan rela mempersembahkan korban pada patung kaisar, selalu dipertanyakan. Ada yang memperbolehkan masuk Gereja kembali, dan ada yang tidak memperbolehkan serta orang-orang ini disebut sebagai kaum “Lapsi”.
Disisi lain pada abad ini muncul lagi bidat “Montanisme” yang didirikan oleh “Montanus”, dimana Montanus mengajarkan karunia lidah, nubuat-nubuatan dan Kerajaan Seribu tahun akan segera datang di pulau Frigia, Asia Kecil. Pembela Agung Gereja saat itu adalah Js. Kiprianus dari Karthago dan meninggal pada tahun 258. Dia meninggal sebagai Martir setelah membela Gereja Rasuliah yang Orthodox dan Katolik dan melawan aliran garis keras yang memisahkan diri dari Gereja karena masalah “lapsi”. Aliran yang dilawan itu adalah aliran “Novatianisme” yang didirikan oleh “Novatianus” yang berada di Roma. Dan Novatianus ini menyebut alirannya sebagai “Gereja yang murni”. Kiprianus membela Gereja Rasuliah Orthodox dan Katolik itu dengan menekankan perlunya “mata rantai Rasuliah” dalam ajaran dan “mata rantai Rasuliah” dalam pentahbisan para Episkop. Dan Kiprianuslah yang mengatakan “Extra Ekklesia Nulla Salus Est ” artinya diluar Gereja yaitu diluar persekutuan kongkrit dari umat yang percaya secara pribadi pada Kristus dibawah pimpinan rohani Episkop yang berlandaskan suksesi Rasuliah disekitar meja Perjamuan Kudus dan pemberitaan Firman oleh Presbyter, tidak ada keselamatan. Pada abad ketiga ini dapat kita saksikan adanya perkembangan yang luar biasa, karena adanya pendirian Sekolah Theologia di Alexandria, Mesir yang dipelopori oleh Pantaenus dan Klemen dari Alexandria (yang meninggal kira-kira tahun 215), yang kemudian Sekolah Theologia ini di handle atau dipegang-kepalai oleh seorang penulis, sarjana dan theologia termasyur Origenes (meninggal pada tahun 253). Yang menjadi penekanan pada theologia Alexandria ini bahwa filsafat Yunani yang non-kristen itu dapat digunakan sebagai alat untuk menjelaskan Kitab Suci. Dan ciri khas pendekatan Alexandria ini adalah tafsiran secara alagoris terhadap Kitab Suci, sedangkan dalam Tradisi Syria Antiokia yang tak lama kemudia akan berkembang adalah pendekatan secara harafiah berdasarkan tata bahasa dan sejarah penulisan Kitab Suci. Kedua Pendekatan ini akhirnya akan bertemu dalam konflik pada abad-abad berikutnya.
Karya Origenes ini sangat luar biasa dan tak terhitung jumlahnya. Dialah yang pertama kali mengadakan kajian Sistematis dan sastrawi dari buku-buku dalam Alkitab. Dan Karya Origenes ini akan menjadi fondasi karya-karya theologia para bapa Yunani pada abad-abad berikutnya, namun demikian secara ajaran banyak pendapat Origenes yang ditolak oleh Gereja, karena tak Alkitabiah dan tak Rasuliah, sehingga pada konsili Ekumenis ke V (tahun 553), beberapa ajaran Origenes dinyatakan sesat oleh Gereja. Diantara pakar-pakar theologia abad ke 3 yang harus disebutkan bersama dengan, Kiprianus, klemen, dan Origenes adalah Dionysios dari Alexandria (wafat 265), Hippolytus dari Roma (wafat 235), Gregorius Pelaku Mujizat dari Kappadokia (wafat 270) dan Methodios dari Olympus (wafat 311). Orang-orang inilah yang memperekembangkan theologia Kristen terutama yang meletakkan dasar bagi pembahasan Tritunggal Mahakudus.
Pada abad ke 4 dimulai dengan penganiayaan yang paling besar yang diarahkan pada Gereja oleh kaisar Diokletianus. Daftar Syuhada atau Martyr yang paling panjang berasal dari abad ini. Setelah surutnya Diokletianus, terjadilah perebutan kekuasaan dalam kerajaan Romawi. Pada tahun 312, Konstantinus menghadapi peperangan melawan Maxentius dan sebelum terjadi peperangan di jembatan Milvianus di Roma, Konstantinus berdoa, serta mendapat penglihatan Salib bersinar di langit dengan tulisan “Dengan tanda ini, kalahkan”. Kemudian dia memerintahkan para prajuritnya untuk mengenakan tanda salib ini pada perisai dan jubah mereka dan akhirnya Konstantinus memenangkan pertempuran itu. Dengan menangnya Konstantinus pada pertempuran itu, maka dia memberrikan kebebasan kepada orang-orang Kristen dan bahkan dia menunjukkan kecenderungannya kepada Iman Kristen itu.
Sebelum kematiannya Konstantinus membangun suatu kota di Byzantium bagi Ibu Kota yang baru dari kerajaannya dan kota itu disebut Konstantinopel (kini disebut Istambul atau Turki) untuk menghormati dia. Konstantinus sendiri baru dibaptis diatas ranjang menjelang kematiannya pada tahun 337. Bersama dengan ibunya Maharatu Heleni, dia menemukan Salib asli Kristus di Yerusalem, serta keduanya diakui sebagai orang kudus Gereja Orthodox sampai sekarang ini. Iman Kristen diakui sebagai agama resmi kerajaan Byzantium pada tahun 380 oleh ketetapan Kaisar Theodosius.
Sementara itu umat Kristen di Syria yang tinggal di kekaisaran Persia, makin mengalami aniaya karena dicurigai sebagai antek musuh kerajaan Persia, karena kerajaan Romawi yang menjadi musuh bebuyutannya sekarang telah menjadi kerajaan Kristen Byzantium.
 
B. Masa Konsili Agung Ekumenis Gereja Rasuliah yang Satu dan Orthodox : pada abad ke IV (tahun 325) sampai dengan abad ke VIII (tahun 787)
Pada saat Pemerintahan Konstantinus ini, Gereja mendapatkan kembali harta miliknya, serta terbebas dari aniaya yang luar biasa, namun ketentraman Gereja ini segera diganggu oleh munculnya bidat-bidat yang berasal dari dalam. Pertama adalah munculnya aliran perpecahan “Donatisme” di Afrika utara yang dipimpin oleh Donatus, yang menolak Episkop terpilih di Karthago yang dianggap termasuk golongan “Lapsi” pada saat penganiayaan zaman Diokletianus. Bukannya Konstantianus membiarkan Gereja untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, namun dia menggunakan kekuatan militernya untuk memihak, pada pertama kali pihak Donatis, dalam memaksakan keputusannya. Dan dalam perpecahan Donatisme ini menyebabkan lenyap dan punahnya Gereja Afrika Utara (Libia, Maroko, Aljazair) yang dulu pernah jaya.
1. Konsili Agung Pertama ( tahun 325 Masehi)
Konsili yang pertama ini diadakan di Kota Nikea dengan dihadiri oleh 318 Episkop, dan tujuan diadakan konsili ini adalah untuk melawan ajaran Arianisme yang mengatakan bahwa : “Ada saatnya bahwa Sang Sabda itu tidak bersama-sama dengan Allah” atau “Bahwa Allah itu hanya Sang Bapa saja, Anak Allah yang akhirnya menjelma menjadi manusia itu, adalah mahluk pertama yang diciptakan oleh Allah dalam wujud roh, dan dibantu oleh mahluk yang pertama ini Allah menciptakan jagat dan manusia” (bnd. Kol 1:15). Tentu saja ajaran ini tidak benar, oleh karena itu dalam sidang itu dirumuskan : “Bahwa Sang Firman yang juga disebut Anak Allah itu bukan diciptakan, karena Dia itu Allah” ( Band Yoh l:l-2, 10:30, 8:42, Yoh 6:41,38).
2. Konsili kedua (tahun 381 Masehi)
Konsili ini diadakan di kota Konstantinopel guna melawan ajaran Makedonius bahwa : “Roh Kudus itu bukan Illahi, namun Dia itu hanyalah daya aktif Allah saja” karena itu dalam Sidang Konsili ini dirumuskan bahwa : “Roh kudus itu adalah Allah, yang keluar dari Sang Bapa, yang bersama Sang Bapa dan Sang Putra disembah dan dimuliakan” (Yoh 15:26, 1 Kor 2:2-l0, Yoh 14:26, Kej 1:1-3).
Dan pada saat konsili pertama dan kedua inilah baru diteguhkan kembali menjadi satu rumusan pengakuan Iman (syahadat), yang menjadi Pengakuan Iman Orthodox sampai sekarang dengan sebutan “Pengakuan Iman Nikea”.
Para tokoh spiritual (Para Bapa Gereja) yang sangat berjasa dalam membela Iman Rasuliah yang Orthodox, menentang Arianisme dan Makedonianisme pada saat itu adalah Bapa Suci Athanasios Agung Episkop dari Alexandria (wafat tahun 373) yang banyak mengalami aniaya dari Pemerintah dan pengikut Arianisme, serta tiga Episkop dari Kappadokia (Asia Kecil) Bapa Suci Basilius Agung (wafat 379), saudara laki-lakinya Bapa suci Gregorius dari Nyssa (wafat 379) serta sahabat mereka berdua Bapa Suci Gregorius Naziansus Pakar Teologi (wafat 389). Mereka inilah yang banyak menderita aniaya dari Pemerintah dan pengikut Arianisme, namun mereka tidak takut untuk menjelaskan Iman Kristen tentang Ke- Illahian Kristus dan Roh Kudus di dalam kesatuan hakekat dari Allah yang Esa, yang mana hal tersebut tetap dipegang teguh oleh umat Kristen sebagai standar Aqidah sampai sekarang.
3. Konsili ketiga (tahun 431 Masehi)
Konsili ini diadakan di Kota Kalkedonia yang dipimpin oleh Bapa Gereja Js. Kirilos Patriark Alexandria, guna melawan ajaran Episkop Nestorius dari Konstantinopel yang mengajarkan bahwa : “Kristus itu manusia biasa anak Maria, yang dirasuk oleh Sang Firman, sehingga dalam Kristus itu ada dua Pribadi yaitu : Pribadi Kristus anak Maria dan Pribadi Sang Firman yang merasuki manusia Yesus, hingga demikian Nestorius menolak Maria sebagai “Sang Theotokos” ( Yoh 1:1-2, 14:7, Luk 1:43)
Sinode Rampok
Suatu Muktamar terkenal sebagai Sinode Rampok diadakan di Efesus pada tahun 449 Masehi. Muktamar ini menjunjung tinggi pengajaran-pengajaran Mazhab Alexandria yang dinyatakan pada tahun 431 Masehi. Pertemuan ini tidak diterima Gereja secara menyeluruh karena tendensi Monofisitismenya ( Mono = satu, fisis = keberadaan) dimana dikatakan bahwa didalam Kristus hanya ada satu kodrat keberadaan saja, yaitu sifat keberadaan Illahi. Ini diakibatkan karena menafsir pengajaran Kirilos pada sisi yang sangat Ekstrem.
Pada tahun ini Leo Agung, Patriarkh Roma, juga mengeluarkan “tomos” (uraian pengajaran) Dogmatik, dimana dia dengan jalan membedakan dua sifat keberadaan Kristus. Kebijakan Leo adalah moderat, menggabungkan pemikiran Kirilos dari Alexandria dari Mazhab Antiokia. “Tomos”nya itu dijunjung tinggi dalam Muktamar di Kalkedonia (451)
4. Konsili ke empat (tahun 451 Masehi)
Sidang ini diadakan di kota Kalkedonia, tujuannya adalah untuk menekankan hubungan Ke-Illahian dan kemanusiaan Kristus, serta menekankan kembali apa yang sudah ditetapkan pada sidang yang ketiga. Dalam Sidang ini , sekali lagi gelar Maria sebagai sang “theotokos” ditekankan, dan keesaan Pribadi Yesus Kristus serta keidentikannya Pribadi itu dengan Sang Firman diproklamasikan (Yoh 10:30, 14:7). Dan dalam sidang itu dirumuskan bahwa :
Pribadi Yesus Kristus itu adalah sama dengan Pribadi Sang Firman, karena Firman itu telah menjadi daging (Yoh 1:14)
Dalam Diri Sang Firman yang menjadi manusia itu mempunyai dua tabiat dasar yaitu : tabiat dasar asali (Yoh 10:30, 14:7, 6:42) dan tabiat dasar baru yaitu tabiat dasar manusia yang diambil dari darah dan daging Maria (Gal 4:4, Luk 2:40, 1 Yoh 1:1-2, Mat 4:2)
Tabiat dasar asali dan tabiat dasar baru itu manunggal dan tak bercampur baur, yang Illahi tetap Illahi dan yang manusiawi tetapi manusiawi.
Keputusan ini tak disetujui oleh Filoksenius, Dioskoros dan Eutyches, serta mereka mengatakan bahwa tabiat dasar Kristus itu hanyalah satu ( Monofisit, Mono = satu, fisis = tabiat dasar). karena menurut mereka kemanusiaan Kristus itu telah ditelan Ke IllahianNya, sebagaimana setetes air ditengah-tengah samudra. Dan faham ketiga orang ini diikuti oleh sebagian besar Gereja Alexandria dan Ethiopia, Gereja Syria dan Gereja India, dan mereka terkenal dengan sebutan kaum Non-Kalkedonia atau kaum Monofisit. Namun pada tahun 1964 diketika diadakan pertemuan (dialog antara Kaum Kalkedonia dan Monofisit) di Rhodos, Kaum Non-Kalkedonia (Oriental) tidak mempercayai apa yang diajarkan oleh Filoksenius, Dioskoros dan Eutyches, itu hanya berbeda dalam ungkapan, namun pengertian sama persis.
Dalam Konsili ini juga memberikan kedudukan “pertama dalam penghormatan“ kepada Roma diatas Konstantinopel (Roma Baru) sedangkan Konstantinopel menduduki urutan kedua sesudah Roma, kemudian diikuti oleh urutan sebagai berikut : Alexandria, Antiokia, Yerusalem. Roma menduduki urutan Pertama karena Roma adalah Ibukota kekaisaran sebelum dipindah ke Byzantium dan karena Rasul Petrus dan Rasul Paulus mati sahid ditempat itu. Jadi kedudukan Roma sebagai yang pertama itu, bukan karena alasan teologi maupun alasan “hak Illahi”, namun itu hanyalah alasan praktis saja, administrative dan politis saja.
5. Konsili kelima ( tahun 553 Masehi)
Sidang ini diadakan di kota Kaisar Yustinianus di Konstantinopel. Dalam sidang ini Kaisar Yustinianus berusaha untuk mengembalikan kaum Monofisit kedalam Gereja Perdana atau Gereja Orthodox. Caranya adalah dengan mengutuki tulisan-tulisan Teodoret dari Siprus, Ibas dari Edessa dan Theodoros dari Mopsuestia, yang mana tulisan-tulisan itu disebut dengan sebutan “Tiga Naskah”. Namun usaha Yustinianus ini gagal, karena kaum Monofisit tak mau kembali dan malah menuduh bahwa Iman Kalkedonia ini mengikuti faham Nestorian. Tentu saja hal ini salah faham besar, karena dengan mengutuki pengajaran “Tiga Naskah” yang cenderung mengikuti faham Nestorian, justru untuk membuktikan pada kaum Monofisit bahwa Iman Kalkedonia ini tidaklah sefaham dengan ajaran Nestorian. Dan bahkan ajaran penulis terkenal Origenes juga dikutuk, karena ajarannya sangat tidak Orthodox, misalnya : mereka mengajarkan bahwa Kristus adalah satu-satunya roh yang diciptakan Allah yang tidak menjadi benda jasmani (Yoh 1:1-2, 14 Kol 1:15-16), dan roh manusia itu ada dari kekal sebelum menjadi manusia (kej 1:26-27, 2: 7).
6. Konsili keenam (tahun 680-681 Masehi)
Pribadi-pribadi yang penting dalam sidang ini adalah Bapa Gereja Maximos Sang Pengaku Dosa dan Bapa Gereja Martin Patriarkh Gereja Roma saat itu. Sidang ini diadakan di kota Konstantinopel. Tujuan diadakan sidang ini adalah untuk melawan ajaran “Monothelitisme” (Mono = satu, thelima = kehendak), dimana disana diajarkan bahwa “Kristus hanya mempunyai satu kehendak saja yaitu kehendak Illahi”. Dan para Bapa Gereja melihat ajaran ini sebagai ajaran “Monofitisme” tersembunyi (Yoh 6:38 band Mat 26:39).
7. Konsili ke tujuh (tahun 787 Masehi)
Sidang ini diadakan di kota Nikea, yang menyatakan bahwa Ikon harus disimpan dan dihormati. Karena Ikon-ikon dalam Gereja itu adalah merupakan refleksi iman Gereja dan itu masih dipegang teguh sampai sekarang dalam Gereja Orthodox atau Rasuliah.
Perlu dicatat disini, bahwa pergolakan Ikonoklasme dimulai oleh Kaisar Leo III. Ikon adalah gambar-gambar simbolis mengenai Kristus, IbuNya dan orang-orang kudus milikNya. Asal-usul Ikon dapat ditemukan dalam peninggalan awal dari orang Kristen ketika masih hidup dalam katakombe-katakombe atau bahkan lebih dini lagi, dimana sukar bagi mereka untuk mengaku Iman mereka secara terang-terangan. Maka untuk untuk mengekspresikan Iman Kristen mereka, mereka menggunakan gambar-gambar dan lambang-lambang, dan gambar-gambar semacam inilah disebut Ikon. Gereja Orthodox sebagai kesinambungan Gereja mula-mula itu, memelihara kebiasaan menggambarkan Iman Kristen itu dalam wujud simbol-simbol ini, dalam bentuk ikon yang mempunyai arti teologis secara mendalam.
Dengan bangkitnya Islam yang oleh teologinya sangat anti gambar manusia (meskipun menggunakan kaligrafi) terutama pada waktu pemerintahan Kalifah Yazid di Syria yang sezaman Leo itu, juga oleh pengaruh orang-orang Yahudi, dan pengaruh Filsafat kafir Yunani yang mengatakan bahwa yang jasmani dan yang benda itu buruk, yang baik hanya yang abstrak dalam ide dan kata-kata saja, maka Leo III ini menyerang Ikon sebagai berhala. Periode ini terkenal sebagai periode pertama Ikonoklasme.
Terkait dengan bahasan mengenai Ikon ini, Yohanes dari Damaskus, seorang kudus, Bapa Gereja Yunani dan pengarang kidung-kidung Gereja kita dan pengarang buku teologia sistematika Gereja yang disebut “Eksposisi Iman Orthodox”, juga seorang pembela utama Ikon pada tahun 749 menegaskan, bahwa Ikon bukanlah berhala namun symbol. Dalam Perjanjian Lama memang “patung ukir-ukiran” dilarang (Kel 20:1-5), karena pada waktu itu Allah menampakkan Diri tanpa wujud yang nyata namun hanya dalam suara saja (Ul 4:12,15-19), sehingga menggambarkan sesuatu yang tanpa wujud adalah sesuatu yang mustahil dan dusta. Namun kalau yang digambar itu bukan Allah serta tak disembah sebagai Allah meskipun itu terletak dalam ruang tersuci dalam tempat Ibadah, yang dengan sendirinya orang akan sujud kalau masuk ke situ, bukan saja tak dilarang malahan diperintahkan ( Kel 25: 18-25, 1 Raj 6:23-28, 32-35, 8: 6-8).
Di dalam Yesus , Allah telah menjadi manusia (Yoh 1:14), berarti nampak dan bisa dilihat oleh mata (1 Tim 3:16, l Yoh l :l), dengan demikian bisa digambar. Penampakkan sebagai manusia itulah yang digambar, dan bukan Ke-AllahanNya yang tak nampak. Jadi yang digambar bukanlah Allah yang Roh, karena itu mustahil , dusta dan dilarang, tetapi kemanusiaanNya, yang adalah mungkin, berguna dan tak dilarang. Jadi bukan berhala, sebagaimana kerubim dalam Perjanjian Lama itupun bukan berhala. Lagi pula secara ketat yang dilarang itu adalah “patung”. Ikon itu bukanlah patung tetapi gambar. Maka Ikon meskipun diletakkan pada tempat Ibadah, itu bukanlah berhala, sebagaimana Kerubim dalam bait Allah itupun bukan Berhala.
Kalau orang menunduk pada kerubim pada waktu mereka masuk ke Bait Allah, dan tak dianggap berhala, maka mengapa orang yang menghormat gambar Sang Juru Selamat dan orang-orang milikNya yang adalah saudara kita dalam Iman, dianggap menyembah berhala? Berhala adalah menyembah sesuatu yang bukan Allah dan dianggap Allah, Ikon itu bukan gambar Allah, bukan pula disembah sebagai Allah, namun itu adalah gambar kemanusiaan Allah Sang Firman yang menjelma sebagai manusia, agar arti Inkarnasi Sang Sabda secara jasmani itu tak terlupakan.Yang ditekankan dalam teologi Ikon itu adalah realita inkarnasi yang betul-betul jasad jasmani. Jadi pergolakkan Ikonoklasme ini adalah pergolakan dari orang-orang yang tak mengerti implikasi Inkarnasi. Jadi itu bukan semata-mata pergolakan gambar, namun lebih menunjuk pada pergolakan kemanusiaan Kristus dan Kristologis. Dan untuk mentaati larangan tak membuat patung dan ukir-ukiran dan untuk menekankan arti Inkarnasi itulah, Gereja Orthodox melarang sama sekali menggunakan Patung, tetapi menekankan membuat Ikon, karena Kristuslah Ikon (gambar) Allah itu ( Kol 1:15).