VII. “ DAN JANGANLAH MEMBAWA KAMI DALAM PENCOBAAN TETAPI LEPASKANLAH DARI SI JAHAT … “
Kata-kata “pencobaan” dalam bahasa Yunaninya adalah “PEIRASMOS” yang berarti “godaan”. Dan kata “pencobaan” atau “peirasmos” banyak sekali digunakan dalam Alkitab.
Dalam Injil Lukas 22 : 28 misalnya, dituliskan bahwa pencobaan dikaitkan dengan penentuan hak dalam kerajaan, pada kitab Kisah Para Rasul 20 : 19 pencobaan dikaitkan dengan dukacita, di surat I Petrus 4 ; 12 pencobaan (ujian) dikaitkan dengan penderitaan yang membawa sukacita didalam Allah, dan dalam surat Js. Paulus kepada jemaat di Galatia 4 : 14 pencobaan dikaitkan dengan kesakitan pada tubuh.
Meskipun masih banyak lagi hal yang berbicara mengenai pencobaan, namun melalui ayat-ayat tersebut diatas telah terdeteksi bahwa pencobaan itu dapat dimengerti dalam dua hal.
Pertama “pencobaan” yang membawa pada kesukacitaan atau kegembiraan, dan yang kedua adalah pencobaan yang membawa pada kesakitan tubuh dan penderitaan.
Pencobaan yang membawa pada sukacita atau kegembiraan, dapat dilihat dari apa yang dikatakan oleh Yesus pada muridNya bahwa : “ … kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami “ (Lukas 22 : 28).
Artinya sebagai murid akan mengalami apa yang dialami oleh Gurunya, apalagi jika hal itu dikaitkan dengan pengertian GEREJA.
Dan sebagaimana dijelaskan Js. Paulus bahwa Kristus adalah kepala Gereja (Efesus 5 : 23), dan orang percaya dipandang sebagai GerejaNya (anggota tubuhNya), maka dapat dipastikan bahwa apa yang dialami oleh Kepala (Kristus) juga akan dialami oleh tubuhNya (GerejaNya), karena antara kepala dan tubuh merupakan satu-kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu sama lain, hal itu nyata sekali terlihat dari kalimat : “ … tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan “. Dan pencobaan yang dimaksud disini dapat berwujud : kesedihan, kesendirian dan juga ketakutan (Yohanes 20 : 19), namun itu dapat dipandang sebagai suatu test akan murni dan tidaknya iman mereka dihadapan Allah (I Petrus 1 : 7).
Itu sebabnya Js. Paulus menegaskan bahwa : “Kalau kita menderita bersama-sama dengan Dia, kita juga akan dimuliakan bersama-sama dengan Dia” (Roma 8 : 17). Artinya penderitaan adalah merupakan bagian dari hidup orang percaya, namun penderitaan itu akan membawa pada suatu kebahagiaan yaitu mendapat hak sebagai pewaris kerajaan dan mengambil bagian dalam kodrat ilahi (II Petrus 1 : 4).
Sedangkan pencobaan yang membawa kesakitan tubuh, dapat dilihat dari apa yang diungkapkan oleh Js. Paulus bahwa : “ … aku sakit pada tubuhku. Sungguhpun demikian keadaan tubuhku itu, yang merupakan pencobaan bagi kamu, namunkamu tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang hina dan yang menjijikkan, tetapi kamu menyambut aku … “ (Galatia 4 : 13-14).
Luka dan sakitnya tubuh disini dipandang oleh Js. Paulus sebagai suatu “pencobaan”, dan ini merupakan suatu konsekuensi akan tugas atau pekerjaan yang diembannya, yaitu memberitakan kabar baik tentang kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Dan bahkan Js. Paulus melihat pencobaan ini sebagai suatu kebanggaan serta refleksi akan satunya dia dengan hidup Sang Kristus sendiri (Galatia 2 : 20).
Dari kedua makna dan pengertian “pencobaan” tersebut diatas, tidaklah menyentuh arti essensi tentang “Doa” yang diajarkan Tuhan pada para muridNya, bahwa : “Dan janganlah membawa kami dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah dari si jahat”.
Hal itu dikarenakan bahwa apa yang dijelaskan diatas terkait erat dengan misi dan pekerjaan yang diemban sebagai murid. Sedangkan kalimat : “Janganlah membawa kami dalam pencobaan … “,menunjuk pada artian serangan atau godaan yang mampu untuk memisahkan dirinya (hidup orang percaya) dengan hidup Allah.
Serangan dan godaan yang dapat memisahkan diri dari Allah, adalah serangan yang dapat menjadikan seorang lupa pada Allah dan menuruti dorongan batin terdalam untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak Allah.
Contoh yang jelas dapat dilihat dari peristiwa manusia pertama yang Allah ciptakan yaitu bapa Adam dan ibu Hawa. Disana dijelaskan sedemikian rupa, bahwa Adam dan Hawa atas bujuk rayu si Iblis dan juga atas dorongan dari batin terdalam untuk segera ingin menjadi seperti Allah, maka diambil dan dimakanlah buah dari pohon kehidupan dan kematian, yang sebenarnya menjadi larangan keras (Kejadian 3 : 12-14). Hal yang sama juga dilakukan pada Tuhan Yesus, namun pada pribadi yang satu ini Iblis telah gagal total (Matius 4 : 1-10) karena Yesus lebih mengedepankan Allah daripada bujuk rayu si Iblis.
Akibat terpisahnya manusia dari Allah karena ketidaktaatannya, hidup manusia telah dikuasai oleh Iblis. Dosa, maut dan neraka. Dan bahkan dalam batin manusia telah tercemari dan terkontaminasi dengan sifat-sifat Iblisiah( Markus 7 : 20-22), sehingga dalam hidup manusia ada potensi dan kecenderungan yang besar untuk melakukan tindakan yang tak mencerminkan sebagai makhluk yang dicipta menurut gambarNya.
Tindakan-tindakan yang tak mencerminkan sebagai gambar Allah adalah : berfikir jahat, cabul, mencuri, membunuh, berzinah, serakah, jahat (kejam), mengumbar nafsu, iri hati, hujat, sombong, dan bebal (Markus 7 : 20-22), yang mana sifat dan tindakan ini dipemandangan Allah dilihat sebagai sesuatu yang tak normal, dan hal ini punya potensi dan mampu membawa seseorang ke neraka dan tak dapat mencapai pengilahian dalam Kristus (II Petrus 1 : 4).
Berpijak dari sinilah, mengapa Yesus dalam “DoaNya” yang diajarkan pada para muridNya mengatakan : “Janganlah membawa kami dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah dari si jahat”, menunjuk pada artian bahwa Tuhan ingin mengajar umatNya khususnya orang percaya untuk menyadari akan kelemahannya, sehingga tak ada yang patut untuk dibanggakan apalagi dalam mengatasi pencobaan yang membawa pada kehancuran.
Manusia khususnya orang percaya perlu pertolongan Allah, karena hanya Allahlah yang mampu memberi kekuatan dan melindungi manusia dari jerat dan serangan Iblis.
Ini berarti manusia atau orang percaya perlu memberi tempat bagi Allah untuk memimpin, menerangi dan menuntun hidupnya serta membersihkan batinnya yang terdalam, karena batin adalah merupakan pusat dari keberadaan manusia itu sendiri (Matius 6 : 22).
Dengan dipimpinnya orang percaya oleh Allah dalam hidupnya, maka tak akan pernah ia menggunakan kekuatan sendiri ketika serangan atau cobaan dari Iblis itu datang, namun dengan penuh kerendahan hati berseru pada Allah dan mengatakan : “ … lepaskanlah kami dari si jahat”. Artinya memohon pertolongan dengan penuh harap pada Allah, agar mampu menghadapi segenap cobaan yang datang dalam hidupnya.
Dalam “Doa Bapa Kami” atau “Doa Tuhan” ini tidak dikatakan : “ …lepaskanlah kami dari orang jahat”, tetapi “… lepaskanlah kami dari si jahat”, yang berarti bahwa Tuhan Yesus ingin mengajarkan bahwa sebenarnya musuh seseorang itu bukan manusia, namun penguasa di udara , si Jahat, si Pendusta yaitu Iblis (Efesus 6 : 12), dan bahkan menurut Js. Yohanes Krisostomos, Iblis itu perlu dilawan dengan tiada rasa takut.
Jadi baik Js. Paulus maupun Js. Yohanes Krisostomos, melihat bahwa musuh manusia itu adalah Iblis.
Namun disisi lain para Bapa Gereja melihat bahwa disamping manusia, Iblis, musuh manusia terbesar itu adalah diri sendiri yaitu nafsu-nafsu sesat yang tak terbendung.
Dengan demikian jelas, bahwa doa yang diajarkan oleh Tuhan ini mempunyai maksud disamping untuk pengendalian diri, juga menyadarkan akan kelemahan sebagai manusia serta perlu pertolongan dari Allah, karena hanya Allahlah yang dapat melepaskan manusia dari cobaan, sehingga manusia dapat hidup murni tanpa cacat sebagai gambar Khaliknya (Efesus 1 : 4 bnd Kejadian 1 : 26-27).
VIII. “ KARENA ENGKAULAH YANG EMPUNYA KERAJAAN DAN KUASA DAN KEMULIAAN SAMPAI SELAMA-LAMANYA – AMIN “
Dalam kalimat-kalimat terdahulu dalam “Doa” yang diajarkan oleh Tuhan Yesus pada para muridNya, telah dijelaskan begitu rinci tentang makna dan arti doa itu. Doa yang diajarkan oleh Tuhan itu bukan sekedar doa yang tak mempunyai arti, namun itu kena-mengena akan antisipasi akan berdirinya Gereja di jagad.
Di dalam Gereja melalui sakramen, manusia dapat menyatu dengan PuteraNya yang tunggal, sehingga melalui penyatuannya dengan Dia, manusia khususnya orang percaya dapat menyebut Allah sebagai “Bapa”. Dan Gereja menurut “Doa” ini dimengerti sebagai “Kerajaan Allah”.
Dalam Gereja atau “Kerajaan Allah” inilah orang percaya dapat disatukan terus-menerus dengan Allah melalui ambil bagian dalam tubuh dan darah Kristus, sehingga orang percaya dapat menterjemahkan atau “mengejawantahkan” kehidupan Allah serta sifat Allah di jagad melalui hidupnya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Gereja dan para Bapa Gereja, bahwa tujuan Sang Sabda nuzul menjadi manusia disamping untuk menebus manusia, menjadikan manusia seperti Allah, juga membawa manusia / orang percaya mampu menghidupi hidup Ilahi (Theosis), dengan dampak manusia dapat saling mengasihi dan mengampuni kesalahan orang lain, karena Allah melalui pribadi Tuhan Yesus telah lebih dahulu mengampuni dirinya.
Disamping Allah itu Maha mengasihi, Ia juga mempunyai sifat rendah hati, dan ini terbukti bahwa dalam keadaan sebagai Allah, Dia tidak menganggap kesetaraan diriNya dengan Allah (Filipi 2 : 6). Dan melalui penyatuannya dengan Kristus malalui sakramen dalam Gereja, sifat Allah telah menjadi milik orang percaya, sehingga pada saat menghadapi jerat atau tipuan Iblis, dengan penuh kerendahan hati orang percaya memohon pertolongan dan berseru pada Allah : “Lepaskanlah kami dari si jahat”.
Mengingat begitu mulia dan agungnya rencana Allah untuk manusia dalam Gereja, maka tidak ada kata yang dapat diungkapkan selain : “ Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya – Amin “.
Ungkapan ini disamping sebagai kalimat penutup dalam doa “Bapa Kami” yang diajarkan Tuhan Yesus pada para muridNya, juga menunjuk bahwa Allah melalui kuasaNya yang Maha dahsyat mampu untuk mengadakan apa yang tidak ada menjadi ada, seperti antisipasi akan terbentuknya Gereja di jagad.
Jadi ungkapan itu muncul, karena terbesit rasa kagum akan keberadaan Allah yang Mahakudus dan Mahamulia itu.
Dengan mengerti akan makna dan arti “Doa Bapa Kami” atau “Doa Tuhan” (The Lord’s Prayer) ini, maka tidak ada alasan bagi orang percaya untuk mengabaikan doa ini, namun justru terdorong rasa kagum akan kebesaran kemuliaan Allah, karena melalui doa ini program Allah untuk pemulihan keberadaan manusia telah nampak.
Maka sekali lagi, marilah kita mulai mendaraskan doa ini dengan khidmat bersama Gereja Universal sedunia.