II. “DIKUDUSKANLAH NAMAMU ...”
Kata “dikuduskanlah” dalam bahasa Yunani adalah kata “AGIASTHETO” yang berarti “disucikan”, sedang Wiliam Barclay mengerti kata “Hallowed” adalah bagian dari kata kerja Yunani “Hagiazesthai”. Dan kata kerja “Hagiazesthai” dihubungkan dengan kata sifat “Hagios” yang berarti “kudus” atau “suci”. Dengan demikian kata “dikuduskan” harus dimengerti sebagai sesuatu yang berbeda dari yang lain, yang dalam bahasa Ibrani disebut “Khados” yang berarti “disendirikan, terpisah atau dalam bahasa Jawa disebut dengan “sineker”.
Berpijak dari arti inilah, maka bukan tanpa tujuan atau maksud Tuhan Yesus mengajar para murid bagaimana seharusnya berdoa.
Pertama harus pada pijakan yang benar,serta mengerti secara hakiki terhadap apa yang dipercayai.
Itu sebabnya Tuhan Yesus memulai dalam doaNya menyebut nama “Bapa”, yang berarti bahwa doa itu tidak dapat dilakukan dengan cara serampangan atau semaunya saja, namun hal itu harus dilakukan dengan penuh khidmat, hening, rasa gentar, rendah hati, rasa sesal dan ketergantungan mutlak pada Dia yang memberi hidup. Dengan mengetahui bahwa sebutan “Bapa” itu bukan hanya sembarang sebutan, namun itu menunjuk pada pribadi Allah yang Maha Agung, Maha Mulia, Maha Kudus, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui hati makhlukNya dan Maha Memberi hidup, maka tak ada cara yang tepat untuk mendekati Allah selain datang dengan penuh kagum akan kebesaranNya dan mengucapkan “Dikuduskanlah namaMu”.
Dengan mengatakan “Dikuduskanlah namaMu” mengandung suatu pengertian bahwa orang percaya diajak untuk berhenti “menguduskan atau memuliakan diri sendiri”, karena dengan memuliakan diri sendiri, sebenarnya saat itu juga telah menipu diri sendiri. Pemuliaan diri sendiri tidaklah pernah menguntungkan hidup, namun justru membawa pada malapetaka, kebejatan, kesesatan dan tak pernah dekat dengan Allah.
Itu sebabnya Romo Arkhim. George mengatakan, “Men can not glorify God when they glorify themself.” [1] (manusia tidaklah dapat memuliakan Allah ketika mereka memuliakan diri mereka sendiri). Artinya bahwa ketika manusia memfokuskan hidupnya hanya untuk diri mereka sendiri, maka tak dapat diingkari lagi mereka tak mungkin dapat dan tak mampu memuliakan Allah.
Hal ini karena hidup mereka cenderung untuk memuaskan nafsu mereka sendiri dan mencari ketenaran pribadi dengan beraneka ragam tingkah dan pola serta melupakan Allah sebagai pribadi yang memberi kehidupan.
Yang diajarkan oleh Yesus pada para muridNya memang menghentakkan manusia untuk menyadari akan dirinya bahwa tiada kedamaian serta keteduhan dalam hidup ini kecuali mampu mengekspresilan kasih pada Allah dengan sujud memuliakan dan menguduskan Allah dalam hidup.
Atas dasar inilah Js. Gregorius Palamas mengatakan : “ Man is truly glorified when he glories God ” (manusia sungguh-sungguh dimuliakan ketika ia memuliakan Allah).
Jadi dimuliakan dan tidaknya manusia tergantung pada bagaimana sikap manusia itu sendiri pada Allah. Jika dalam hidup ini tidak dipergunakan sebagaimana mestinya yang dikehendaki oleh Allah, seperti misalnya : berbuat kebajikan pada orang lain, sebagai pendamai, dermawan, sabar, murah hati, kasih setia dan mampu menguasai diri, maka berarti bahwa itu tidaklah mempergunakan hidup itu dengan baik dihadapan Allah atau dengan kata lain tak dapat mempergunakan hidup ini untuk memuliakan Allah.
Disini jelas permasalahannya bahwa memuliakan nama Allah itu bukan hanya terbatas pada kata-kata, namun itu harus diwujud nyatakan dalam tindakan nyata dalam hidup saat ini. Bahkan berbuat baik pada orang miskin itu dipandang sebagai telah berbuat baik atau memuliakan Allah (Matius 25 : 40). Dan memuliakan Allah itu dipandang oleh Js. Gregorius Palamas sebagai cara untuk mendapat kemurahan Allah. Itulah sebabnya tidaklah salah jika Js. Ignatius dari Anthiokia pernah mengatakan bahwa Sang Sabda menjadi manusia, agar supaya manusia dapat menjadi seperti Allah. Artinya bahwa nuzul dan berinkarnasinya Sang Sabda membuka harapan bagi orang percaya yang sungguh-sungguh untuk mengambil bagian dalam kodrat Ilahi atau kemuliaan Allah (II Petrus 1 : 4). Ini merupakan takdir manusia diciptakan sebenarnya, yaitu hidup tak bercacat dihadapan Allah (Efesus 1 : 4).
Dengan demikian jelas bahwa tujuan Yesus mencantumkan kalimat “ dikuduskanlah namaMu “ saat mengajar para muridNya dalam berdoa Adalah untuk menyadarkan sekaligus untuk menegaskan bahwa Allah harus diposisikan sebagai Yang Maha Mulia dan Maha Kudus, hingga tak ada kata yang dapat untuk mengungkapkannya. Dan sebagai rasa kagum atas keagunganNya, timbul rasa kasih dan cinta yang diwujudkan dalam penyembahan (ortholatria) dan hidup yang benar (orthopraxia) dihadapan Allah.
[1] Archim. George. 1997. The Lord’s Prayer. Mt. Athos. Holy Monastery of St.Gregorios. Hal.22.
III. “ DATANGLAH
KERAJAANMU ... “
Berita kerajaan
Allah dapat dikatakan sebagai pusat daripada pemberitaan Yesus. Ini dikarenakan
berita tentang kerajaan Allah merupakan suatu visi dan misi serta untuknya Sang
Sabda itu nuzul dan berinkarnasi ke jagad (Lukas 4 : 43). Dimana Yesus itu
berada tak pernah berhenti untuk menyampaikan berita tentang kerajaan Allah
(Lukas 8 : 1). Bahkan ketika Yesus berbicara dengan orang Farisi, menegaskan
bahwa kerajaan Allah itu tidak disertai dengan tanda-tanda jasmaniah, karena
menurut Tuhan bahwa kerajaan Allah itu ada diantara mereka (Lukas 17 : 20-21).
Disisi lain kerajaan Allah itu dipandang sebagai orang makan bersama (Lukas 13:
29), dan nasih banyak lagi ungkapan yang menyatakan tentang “kerajaan Allah”
(Matius 8 : 12 ; Lukas 18 : 24 ; Matius 12 : 28 ; Matius 3 : 2).
Meskipun banyak
kata yang menyebutkan kata “kerajaan”, tetapi disana tidak dijelaskan secara
eksplisit tentang arti dan makna KERAJAAN ALLAH. Dan untuk mengerti akan arti “KERAJAAN
ALLAH”, maka diperlukan penyelidikan tentang data-data yang ada dalam INJIL.
Js. Matius
dalam Injilnya menuliskan bahwa : “ Bertobatlah, sebab kerajaan Allah / kerajaan
sorga sudah dekat “ (Matius 3 : 2).
Disisi lain Js.
Lukas menuliskan bahwa : “ Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah,
juga orang tidak dapat mengatakan : lihat, ia ada disini atau ia ada disana ! Sebab
sesungguhnya kerajaan Allah ada diantara kamu “.(Lukas 17 : 20-21).
Pertobatan atau berpaling dari hidup lama menuju hidup
baru, merupakan persyaratan untuk menyambut datangnya kerajaan Allah. Padahal
pemberitaan yang Js. Yohanes pembaptis emban itu adalah berita tentang
datangnya Yesus Kristus, bahkan ditegaskan pula untuk melepaskan kasutNyapun ia
tak layak, dengan semikian yang dimaksud “ kerajaan Allah “ itu adalah “
pribadi Yesus Kristus “. Dan
datangnya kerajaan itu tak terkait dengan tanda-tanda lahiriah, yang oleh Js.
Paulus ditegaskan bahwa “kerajaan Allah “ itu bukanlah masalah makanan dan
minuman, namun terkait dengan kebenaran, damai sejahtera dalam Roh Kudus (Roma
14 : 17), jika ini dikaitkan dengan Injil Yohanes 14 : 6, terungkaplah sudah
bahwa “ kerajaan Allah “ yang dimaksud itu adalah “pribadi Yesus Kristus“,
karena disana Yesus sendiri menegaskan bahwa “ DiriNyalah “ kebenaran itu
sendiri.
Itu sebabnya
tidaklah heran jika Yesus mengatakan pada orang-orang Farisi bahwa “ kerajaan
Allah ada diantara kita “.
Dalam Gereja
Orthodox yang merupakan kesinambungan tanpa putus dari Gereja mula-mula,
mengerti bahwa Gereja itu adalah kerajaan Allah di atas bumi. Itulah
sebabnya Romo Soterios, Episkop Agung (Reksagama / Uskup Agung) dari Gereja
Tuhan mengatakan : “ The Church is the
treasury of truth and divine grace. It is the ask of the salvation of man. It is the kingdom of God
on earth “. [1]
Kalau “ kerajaan Allah “ dimengerti sebagai “ GEREJA “,
pertanyaannya adalah : “Apakah korelasi antara “KRISTUS” dan “GEREJA”, yang
sama-sama dipandang sebagai “ KERAJAAN ALLAH “ ?.
Tentu saja ada
suatu kaitan yang erat bahkan boleh dikatakan sebagai satu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Dikatakan bahwa
antara Kristus dan Gereja tak boleh dipisahkan, karena menurut Js. Paulus bahwa
Kristus itu adalah sebagai kepala jemaat atau “ CHRISTOS KEPHALE TES
EKKLESIAS“ (Efesus 5 : 23).
Dengan demikian baik pandangan Alkitab maupun para Bapa
Gereja bahwa “kerajaan Allah “ itu dipandang sebagai “GEREJA” tidaklah
bertentangan satu sama lain. Berpijak dari sinilah, bukan sesuatu yang
mengherankan bahwa dalam liturgi Gereja Orthodox diawali dengan kata-kata : “Terberkatilah kerajaan Sang Bapa, Sang Putera serta Sang Roh Kudus, sekarang
dan selalu serta sepanjang segala abad. “. [2].
Gereja dipandang sebagai “’kerajaan Allah” karena dalam
Gerejalah pembaharuan dan pengudusan itu telah terjadi. Pembaharuan dan pengudusan itu terjadi dalam
Gereja berdasarkan makna inkarnasi Sang Sabda.
Menurut
pandangan Gereja dan Alkitab, sebelum Sang Sabda itu nuzul dan menjelma
(inkarnasi) menjadi manusia dengan sebutan Yesus Kristus, dari kekal sampai
kekal Dia itu berada dalam Allah. Padahal Injil Yohanes menegaskan bahwa Allah
itu bersifat Roh (Yohanes 4 : 24 ), maka dengan demikian Firman atau
Kalimatullah yang berada dan diam dalam Allah bersifat Roh juga (Yohanes 10 :
30 ; 8 : 42), berarti Firman yang berada dan berdiam dalam Allah itu tak
bertubuh jasmani, tak bertulang dan tak berdaging. Sang Sabda yang tak bertubuh
jasmani itu atas kehendak Allah dalam DiriNya sendiri, telah menjelma menjadi
daging (manusia) atau “ SARX EGENETO
“ (Yohanes 1 : 14), dengan demikian Sang Sabda telah mengenakan keberadaan baru
yaitu keberadaan sebagai manusia dan keberadaan tidak ada sebelumnya dalam diri
Sang Sabda (Yohanes 1 :1-2). Dan dengan dikenakannya keberadaan baru yatu
keberadaan jasmani dalam DiriNya, maka yang jasmani (benda jasmani) itupun
telah diperbaharui, disucikan dan dikuduskan. Oleh karena itu dalam Gereja
mula-mula atau lebih dikenal dengan sebutan Gereja Orthodox yang Katholik dan
Apostolik, dapat dilihat dengan jelas bahwa benda-benda jasmani dapat dijadikan
sarana oleh Allah untuk menyalurkan rahmatNya pada manusia, suatu misal : roti
dan anggur dapat dijadikan sarana untuk menyalurkan rahmat Ilahi pada manusia dalam
sakramen Perjamuan Kudus / Ekaristi Kudus (Matius 26 : 27-28), air dapat
dijadikan sarana menyalurkan rahmatNya pada manusia dalam sakramen Baptisan
(Roma 6 : 3-4), minyak dapat dijadikann sarana untuk menyalurkan rahmat Ilahi
dalam sakramen Perminyakan Kudus (Yakobus 6 : 14), begitu juga cat dan
kayu-kayu dapat dijadikan sarana untuk menyalurkan rahmatNya untuk melihat
eskatologi dan Gereja yang tak nampak / Gereja yang jaya dalam ikon-ikon
(gambar kudus) (I Yohanes 1: 1).
Jadi jelas
berdasarkan makna inkarnasi benda-benda jasmani telah tertebus dan itu terjadi
dalam Gereja. Itulah sebabnya tak dapat disangkal lagi bahwa bentuk dan keindahan dalam Gereja mula-mula dengan
ikon-ikonnya, lilin, lampu-lampu yang bergemerlapan, keindahan jubah liturgi
yang dikenakan imam dan bau mewangi dari dupa ukupan itu nampak bagaikan sorga
di atas bumi
Sehingga tidak
mengherankan ketika pada sekitar tahun 980, para utusan Pangeran Vladimir yang
Agung dari Kiev, Rusia, yang mengadakan penyelidikan dari semua agama yang ada,
sepulang dari mengikuti Liturgi Suci di Gereja Aghia Sofia di Konstantinopel,
Byzantium (sekarang : Istambul, Turki) mengatakan tentang tata ibadah suci
tersebut : “ Kami tidak mengetahui apakah kami ada di atas bumi atau di dalam
sorga “. Sebagai hasil Pangeran Vladimir dibaptis di Konstantinopel dan pada
tahun 988 beribu-ribu bangsa Kiev dibaptis di sungai Dnieper, Rusia memasuki
era kekristenan Orthodox dan Pangeran Vladimir dari Kiev dikanonkan sebagai
seorang Janasuci yang dihormati oleh Gereja Barat (Roma Katholik) maupun Gereja
Timur. Disinilah kesakralan,
rahmat dan bahkan kuasa Allah melalui Sang Roh Kudus dinyatakan (Matius 12 :
28).
Dengan
mengetahui bahwa arti “kerajaan Allah” itu menunjuk pada “GEREJA”, maka dalam
“Doa Tuhan”, yang menyebutkan kata-kata “Datanglah kerajaanMu”, menunjuk pada
artian bahwa Allah dalam diri Yesus Kristus telah mengantisipasi akan
terbentuknya “GEREJA” di atas bumi, meskipun pada saat berbicara itu Gereja
Tuhan itu belum terbentuk, karena Gereja itu lahir setelah Tuhan Yesus disalib,
mati, dikuburkan, bangkit, naik ke sorga dan Roh Kudus turun pada hari
Pentakosta (Kisah Para Rasul 2).
Antisipasi akan
terbentuknya GEREJA di atas bumi itu terlihat dari ungkapan Tuhan Yesus sendiri
yang ditujukan pada Js. Petrus bahwa : “ Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak menguasainya “
(Matius 16 : 18).
Jadi kata-kata Tuhan Yesus itu untuk menegaskan
adanya Gereja di atas bumi dan para rasul sebagai fondasinya (Efesus 2 :
20).
[1] Bishop
Soterios. 1991. Catechism (Basic
Teachings of the Orthodox Faith).Canada. The Greek Orthodox
Diocese of
Toronto.Hal. 74.
[2]
______________. 1998. Liturgy Suci Js.
Yohanes Krisostomos. Surakarta. Kantor Pusat Gereja Orthodox
Indonesia. Hal.
3.
.... [ bersambung ] ....