Minggu, 25 Agustus 2013

Kasus Ayat-ayat Yang Menyatakan Yesus Lebih Rendah dari Allah


Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.

Dari pembahasan kita di atas telah kita buktikan bahwa sebagai Firman Allah yang berada satu di dalam diri Allah yang Esa dan memiliki dzat-hakekat ke-Ilahi-an yang satu dan yang sama di dalam diri Allah yang satu itu, maka dalam hakekat keilahianNya yang kekal Yesus Kristus adalah “setara dengan Allah” sebagaimana yang dikatakan :

”…Yesus Kristus, yang walaupun DALAM RUPA ALLAH, tidak menganggap ke-SETARA-an DENGAN ALLAH itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan MENGAMBIL RUPA SEORANG HAMBA…” (Fil 2:5-7)

 Ayat – ayat ini menjelaskan bahwa Yesus Kristus adalah “setara dengan Allah”, yaitu dalam keberadaanNya sebagai “rupa Allah” atau “Gambar Allah”, yaitu Firman Allah yang kekal. Namun dalam keberadaan “mengosongkan diriNya” ia telah “mengambil rupa seorang Hamba” berarti Ia adalah Hamba Allah. Sebagai “Hamba Allah” tentunya Ia tidak setara dengan Allah, lebih rendah dari Allah, dan adalah makhluk ciptaan Allah. Karena itulah dalam Kitab Suci di samping terdapat ayat-ayat yang menunjukkan ke-setara-an Yesus Kristus dengan Allah, dan berbeda satu di dalam diri Allah itu, terdapat juga ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Ia sama sekali berbeda dari Allah, lebih rendah dari Allah dan adalah makhluk Allah.
Para polemikus biasanya menggunakan ayat-ayat jenis kedua ini untuk membuktikan bahwa Yesus Kristus hanya sekedar Rasul dan manusia biasa saja, dalam polemiknya menentang keyakinan Kriten Orthodox akan ke-Ilahian-a Yesus Kristus. Sedangkan kaum Saksi Yehuwa juga menggunakan ayat-ayat yang sama untuk membuktikan bahwa Yesus Kristus meskipun telah ada sebelum dunia dijadikan namun Ia hanya sekedar makhluk pertama yang ciptakan Allah untuk membantu Allah Yehuwa dalam menciptakan makhluk-makhluk yang lain. Ayat-ayat yang dimaksud adalah sebagai berikut :

“…Engkau (Bapa) satu-satuNya Allah yang benar, dan…Yesus Kristus yang telah Engkau utus…oleh sebab itu ya Bapa, permuliakan Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Ku-miliki dihadiratMu sebelum dunia ada” (Yoh 17: 3,5)

Baik pengikut Saksi Yehuwa maupun polemikus Islam, sering mengutip Yohanes 17:3 untuk membuktikan bahwa Yesus itu tak lebih dari seorang utusan(Rasul) dari Allah yang Esa. Bagi pengikut Saksi Yehuwa Ia hanyalah penjelmaan ciptaan pertama yang sudah ada sebelum dunia dijadikan. Bagi kaum muslimin, ini bukti bahwa Yesus adalah manusia yang diutus Allah, tak lebih dari itu. Tanpa menyangkal bahwa Yesus memang utusan Allah dan bahkan “Rasul..yang kita akui”(Ibr 3:1), kita harus melihat ayat ini dengan kaitannya dengan Yohanes 17:5 sebagai konteksnya. Dalam Yohanes 17:5, Yesus mengatakan bahwa Ia telah memiliki kemuliaan di hadirat Allah sebelum dunia dijadikan. Pengakuan Yesus dalam doanya itu telah menggugurkan tafsiran bahwa Yesus hanya sekedar manusia biasa itu tak lebih dari itu. Sebab manusia biasa tak mungkin sudah ada sebelum dunia dijadikan. Namun itu belum menjawab sanggahan Saksi Yehuwah, sebab mereka juga percaya bahwa Yesus memang sudah ada sebelum dunia dijadikan, sebagai makhluk pertama yang membantu Allah dalam menciptakan. Faham ini tersanggah oleh Yesaya 44:24 yang mengatakan bahwa Allah hanya seorang diri dan tanpa pendamping ketika menciptakan dunia. Juga faham ini tersanggah oleh ajaran “Tauhid Rububiyah” yaitu bahwa Allah sendirian saja dalam memiliki kuasa dan menciptakan dunia.
Kalau demikian di mana Yesus sebelum dunia dijadikan itu dalam “hadirat” Allah itu ?. Yohanes 8:42, menegaskan “…AKU KELUAR…dari Allah…Yesus menyatakan diri “keluar dari Allah”, sebelumnya Ia berada dalam Diri Allah (“hadirat”) Allah, itu bukan wujud jasadNya yang keluar dari rahim Maryam itu, namun dalam keberadaan “ruh/ghoib” sebelum menjadi manusia. Jika Ia berada di dalam diri Allah, berarti Ia satu dalam dzat-hakekat Allah. Sebagai apa Yesus dalam keberadaan non-manusiawi itu berada dalam diri Allah ?. Sebagai hypostasis yang melaluiNya Allah menciptakan dunia ini (Ibrani 1:2-3). Padahal Allah menciptakan dunia ini melalui “Firman” (Yohanes 1:1-3, Kejadian 1, Mazmur 33:6), berarti Ia berada dalam diri Allah sebagai “Firman Allah” yang melekat dan berada satu di dalam dzat hakekat Allah yang satu itu. Dalam arti ini “Firman” memang menjadi “asal-usul dari segenap ciptaan Allah” atau sebagai “awal mula dari ciptaan Allah” atau sebagai “permulaan (mula-asalnya) dari ciptaan Allah” (Wahyu 3:12). Jadi Yesus bukan “permulaan dari ciptaan Allah” sebagai “ciptaan Allah yang pertama sekali” seperti yang ditafsirkan kaum Saksi Yehuwah, namun sebagai “permulaan asal dari segenap ciptaan Allah”, sumber asalnya dari mana ciptaan Allah itu dijadikan oleh Allah. Dengan demikian ke-Esa-an Allah tak terlanggar, seperti yang dilakukan oleh Saksi-saksi Yehuwah, dan ke-Ilahi-an Yesus dan kesatuanNya dalam dzat hakekat Allah sebagai “Kalimatullah” tidak disangkal, seperti yang dilakukan baik oleh polemikus Islam maupun oleh saksi-saksi Yehuwa. Dan karena “Firman itu telah menjadi manusia” (Yoh 1:1), maka Ia telah hadir ke dunia, dan turun dari sorga (Yoh 6:38), dan turunNya dari sorga serta menjelma menjadi manusia ini adalah kehendak Allah, berarti Yesus memang diutus Allah untuk turun dari sorga ke bumi sebagai “Firman yang menjadi manusia”. Jadi memang Yesus adalah “Utusan Allah”, atau “Firman yang diutus kebumi oleh Allah”. Dengan demikian tidak ada kontrakdisi antara ke-Ilahi-an Yesus sebagai Firman yang menjelma, dengan keberadaanNya sebagai “utusan” itu. Maka utusan disini bukan hanya sekedar Rasul yang diangkat Allah untuk menyebarkan Firman Allah saja, namun Ia adalah memang Firman itu yang diutus turun ke bumi, tanpa meninggalkan kesatuanNya dengan Allah :

“Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari siapapun (berarti termasuk yesus Kristus sendiri)…Aku dan bapa adalah satu….Engkau, sekalipun seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah” (Yohanes 10:30-31)

“…Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku” (Yohanes 14:28)

Kedua ayat diatas menegaskan bahwa “Bapa” (Allah), lebih besar dari Yesus. Dengan demikian Yesus tidak sama dengan Allah, maka Yesus adalah sekedar makhluk saja: entahlah itu makhluk pertama yang membantu Allah mencipta dunia seperti ajaran saksi Yehuwah, ataukah hanya sekedar manusia biasa yang diangkat menjadi rasul seperti yang ditekankan oleh Islam. Pernyataan Yesus ini tidak boleh dikutip secarah terpisah dari konteksnya. Dalam Yohanes 10:29 ketika Yesus menyatahkan bahwa “Bapa lebih besar dari siapapun” termasuk dirNya itu, : ditegaskan lagi bahwa “Aku dan Bapa adala satu”, yang reaksi orang Yahudi langsung jelas mengerti bahwa Yesus “menyamakan diri dengan Allah” . Jikalau dalam konteksnya Yesus jelas dimengerti sebagai menyamakan diri dengan Allah, karena pernyataanNya akan satuNya dengan Allah itu, mengapa Ia mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari diriNya ?

Jawabannya ada dua :

1. Dari titik pandang kekal, dimana hypostasis Bapa memang menjadi sumber dari asal FirmanNya sendiri. Artinya “Firman Allah” itu dikeluarkan /diperanakkan dari Allah, dan Firman itu ada karena Allah itu ada. Dalam arti inilah Allah dapat dikatakan sebagai kepala Kristus, karena Allah adalah sumber dan asal-usul dari keberadaan FirmanNya sendiri : “…Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan adalah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah” (I Kor 11:3). Sebagai hypostasis yang dari padaNya Firman itu berasal sejak kekal abadi, dengan demikian Allah adalah Kepala dari Firman ini, maka dalam makna ini saja dapat dikatakan Bapa lebih besar dari Anak. Namun dalam dzat-hakekat keIlahian, tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil antara Allah dan FirmanNya, antara Bapa dan Anak…sebab Firman Allah berada dalam dzat hakekat Allah yang satu dan yang sama, -serta tak ada duanya-, yang berada didalam diri allah yang Esa itu. Maka Bapa tidak lebih Allah dari pada Firman. “Kepenuhan Allah” yang ada pada Bapa itu sepenuhnya bersemayam dalam Anak (Kol 1:19-2:9), karena Anak berada satu dalam diri Bapa. Jadi tidak ada “Allah kedua”, tidak pula ada “Allah Yehuwah” dan “allah” Ciptaan Pertama, atau “seorang allah” sebagai ciptaan yang dijadikan lebih dahulu, seperti ajaran saksi Yehuwah. Ajaran saksi Yehuwah ini adalah ajaran berhala, dan politheisme (musyrik) pada dasarnya.


2. Dari titik pandang Inkarnasi (“Firman itu menjadi manusia”). Sebagai yang telah mengambil “Rupa Hamba”, Yesus jelas lebih rendah dari Allah, jadi Allah memang lebih besar dari Yesus, dari titik pandang karya Inkarnasi ini. Dengan demikian dalam arti ini Allah memang AllahNya Yesus Kristus; “Kata Yesus kepadanya:”..Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu. AllahKu dan Allahmu” (Yohanes 20:17, Wahyu 3:12). Dan dalam arti sebagai Hamba Allah ini Ia dapat mengatakan : “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak ada seorang pun tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja” (Markus 13:32). Meskipun ini tak berarti bahwa dalam ke-Ilahi-an Nya sebagai Firman Allah yang kekal Ia tak tahu kapan datangnya kiamat. Sebab jikalau Ia mengetahui tanda-tanda akan datangNya kiamat, dan tanda – tanda akan kedatanganNya yang kedua kali, serta apa yang akan terjadi menjelang kiamat dan kedatanganNya yang begitu rinci dan mendalam itu, apakah sulitnya Ia untuk mengetahui kapan datangnya Hari itu (Matius 24). Perkataan diatas hanya diucapkan untuk memuliakan Sang Bapa, karena untuk tujuan itu Ia datang kedalam dunia. Dan karena Inkarnasi Kristus akan bersifat kekal, maka dari sini kodrat kemanusiaanNya ini maka di Hari Kiamat nanti :”…Anak akan menakhlukkan diriNya sendiri dibawah Dia, yang telah menakhlukkan sesuatu dibawahNya, supaya Allah menjadi semua didalam semua” (I Kor 15:29). Dan semua ayat manapun dalam seluruh Alkitab yang menunjukkan seolah-olah Yesus itu berbeda dan lebih rendah dari Allah, harus dilihat dari dua titik pandang ini. Entahlah dalam titik pandang kekal, sebagai “hypostasis Firman yang diperanakkan oleh Bapa” dimana Allah itu menjadi sumber dan asal-usulNya. Ataukah dari titik pandang Inkarnasi, dimana sebagai yang telah mengambil “Rupa Hamba” Ia memang makhluk Allah dan tidak sama serta lebih rendah dari Allah. Namun dalam keberadaanNya sebagai “Firman Allah” (Yoh 1:1), “Gambar Allah” (Kol 1:15, Ibr 1:3). “Rupa Allah” (Fil 2:5-6), “Anak Allah Yang Tunggal” (Yoh 1:18), Ia itu “setara dengan Allah” artinya melekat satu di dalam diri Allah, yang memiliki dzat-hakekat keilahian yang identik satu dan sama di dalam diri allah itu. Jadi semua mukjizat-mukjizat Yesus itu bukan “penyebab” Ia dianggap dan diper-Ilah sebagai Allah oleh orang Kristen Orthodox, namun justru sebaliknya, mukjizat-mukjizat itu bukti ke-Ilahi-anNya. Para polemikus sering mempermasalahkan bahwa jika Adam lahir tanpa Bapak-Ibu padahal Yesus lahir tanpa bapa saja mengapa Adam tidak dianggap Tuhan ? Jika Musa berbuat mukjizat dan Yesus juga berbuat mukjizat mengapa Musa tidak dianggap Tuhan, Jika Elia naik ke sorga dan Yesus naik ke sorga mengapa Elia tidak dianggap Tuhan ? dan pertanyaan lain yang senada dengan itu. 


Jawabannya :
1. Jika masalah mukjizat yang dijadikan acuan: tak satupun dari Nabi-Nabi yang disebutkan tadi dapat melakukan mukjizat seperti Yesus: Adam lahir tanpa bapak ibu, namun tak berbuat mukjizat, Musa dan Elia berbuat mukjizat , namun mereka tidak bangkit dari antara orang mati, dan tidak dilahirkan tanpa bapak-ibu, masing-masing ini hanya melakukan mukjizat-mukjizat sebagaian saja, sedangkan tak satupun yang dapat mengalahkan mukjizat Yesus. Lahirnya secara mukjizat, pelayanannya selurunya bersifat mukjizat, dan naik ke sorgaNya diberi segalah kuasa disorga dan diatas bumi. Tak seorang Nabipun yang memiliki syarat-syarat mukjijat seperti ini. Ini disebabkan para Nabi itu memang bukan Tuhan karena umat Kristen Orthodox mengakui Yesus sebagai Tuhan bukan disebabkan oleh “mukjizat-mukjizat” itu. Mukjizat-mukjizat Yesus bukti keberadaan kekalNya sebagai “Firman Allah” jadi bukan –“penyebab”- . Ia diangkat menjadi Tuhan.

2. Dari pengakuan-pengakuan Yesus sendiri. Ia mengakui sudah ada sebelum dunia dijadikan (Yohanes 17:5,24, 8: 56-58), Ia menyatakan sudah berada di hadirat Allah sebelum dunia dijadikan (Yohanes 17:5), Ia menyatakan “keluar dari Allah” (Yohanes 8:42), Ia menyatakan diri telah turun dari sorga (Yohanes 6:38), Ia menyatakan diri bukan berasal dari dunia ini (Yohanes 17:15) dan masih banyak lagi. Tak seorang Nabipun yang mengaku demikian ini. Dan pengakuan – pengakuan tadi dibuktikan oleh mukjizat-mukjizat tadi, yang berpuncak pada mukjizat kebangkitanNya dari antara orang mati. Tak ada seorang pun bangkit dari maut dan hidup terus, apalagi bangkit dari kekuatan kuasaNya sendiri seperti yang dilakukan Yesus (Yohanes 10:17-18). Peristiwa-peristiwa orang yang dihidupkan dari kematian baik oleh Nabi Elia, Elisa, maupun oleh Yesus Kristus itu hanya bersifat sementara, dan akhirnya orang itu mati lagi, jadi tak dapat disamakan dengan kebangkitan Yesus Kristus ke sorga. Karena mereka tidak bangkit dari kematian, namun hanya sekedar diangkat ke sorga, untuk natinya turun lagi kebumi agar mengalami kematian di tangan Anti-Kristus (Maleakhi 4:5-6, Wahyu 11:3-12), lalu dibangkitkan oleh kuasa Allah, naik ke sorga. Jadi prosesnya sama dengan manusia lain yang akan dibangkitkan diakhir jaman nanti, namun berbeda dengan kenaikan Yesus ke sorga yang diangkat dalam kemuliaan, diberikan segala kuasa baik di sorga maupun di bumi, serta yang duduk disebelah kanan Allah. Semua “kelemahan-kelemahan” Yesus: sebagai bayi kecil yang lemah, merasa lapar, merasa haus, bersedih, takut, berteriak “Eli, Eli Lama Sabakhtani” ketika disalibkan, mengalami kematian, dan segenap cirri-ciri kemanusiaan yang lain, adalah bukti bahwa Yesus benar-benar manusia sejati. Jika ia tidak memiliki itu semua Ia justru bukan manusia, dan ini bertentangan dengan ajaran Alkitab bahwa Firman itu “TELAH MENJADI MANUSIA” (Yohanes), dan bahwa: “…DALAM SEGALAH HAL IA HARUS DISAMAKAN DENGAN SAUDARA-SAUDARANYA (Manusia)..” (Ibr 2:17). Data-data “kelemahan-kelemahan” Yesus secara manusia itu adalah bukti kebenaran Alkitab yang menyatakan bahwa dalam segalah hal Yesus sama dengan manusia. Dan sering data-data kemanusiaan ini yang digunakan oleh para polemikus Islam untuk menyangkal ke-Ilahi-an Yesus. Kita juga akan menyangkal ke-Ilahi-an Yesus dari data kemanusiaan itu, karena Iman kita mengatakan yang manusia dalam Yesus itu tak berbaur dengan yang ilahi. Yang Ilahi adalah inti pribadi terdalam dari manusia Yesus yang adalah “Firman Allah” (yang meskipun sedang nuzul sebagai manusia, pada saat yang bersamaan tetap hadir satu dalam dzat hakekat Allah), dan itulah yang kita sembah, bukan makhluk manusiaNya. Kita tak menyembah makhluk namun menyembah Allah dalam FirmanNya. Dalam jubah “daging kemanusiaanNya” itu pandangan Iman orang Kristen Orthodox tidak hanya berhenti disitu saja, namun dapat menembus jauh kedalam, yaitu melihat Firman yang menjadi inti pribadi Yesus sebagai Firman Allah. KemanusiaanNya adalah jubah ke-ilahi-anNya dalam nuzulnya atau turunNya serta penampakanNya kepada manusia. Kita tidak menyembah jubahNya, namun inti pribadi yang ada di dalam jubah itu, yaitu “Firman Allah”, namun karena jubah itu tak dapat dilepaskan dari Sang Pemakai Jubah, maka penyembahan kita harus melalui dan melewati jubah itu untuk sampai kepada Sang Pemakai Jubah itu, yaitu Firman Allah sendiri, karena Ia berada dalam jubah itu, dan tak terpisah dari Jubah itu, karena jubah itu berwujud suatu kemanusiaan yang hidup dan berakal-pikiran secara sempurna. Itulah sebabnya mukjizat-mukjizat Yesus memang tak dapat disamakan dengan mukjizat siapapun dari antara para Nabi, maka jelas tak mungkin seorang Kristen Orthodox dapat mengakui siapapun diantara para Nabi sebagai Tuhan dikarenakan mukjizat-mukjizat mereka, karena mereka memang bukan Allah. Sedangkan Yesus menyatakan diri sebagai Tuhan (Yohanes 13:13), karena Ia memang adalah Firman Allah yang adalah “Allah” (Yohanes 1:1).

Senin, 19 Agustus 2013

Firman Allah “Diperanakkan dari Bapa” serta Roh Allah “Keluar dari Bapa”

Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.


Sudah kita bahas bahwa ciri khas hypostasis dari Firman Allah adalah “diperanakkan dari Bapa”. Maksud “diperanakkan dari Bapa” adalah Firman Allah itu “diwahyukan oleh Bapa” dengan maksud supaya Bapa melihat diriNya sendiri. Dengan demikian Bapa melihat gambarNya sendiri, karena Firman Allah adalah “Gambar Allah yang tak kelihatan” ( Kol 1:15), serta “Gambar Wujud/Kharakter” yaitu “tindasan tepat” dari keberadaan Allah sendiri ( Ibr 1:3). Melalui “pewahyuan diri Allah” inilah “Gambar Allah” itu terlahir secara kekal, itulah sebabnya keberadaan pewahyuan kekal di dalam diri Allah ini disebut sebagai “diperanakkan”Nya Firman Allah dari Bapa, dan dengan demikian Firman itu sendiri mendapat julukan sebagai “Anak Allah”, meskipun Allah itu secara biologis tak beranak dan tak diperanakkan, karena Allah itu memang tak memiliki sifat biologis.

Sedangkan ciri khas dari hypostasis Roh Allah adalah bahwa Roh Allah itu “keluar” dari Bapa. Dan sudah kita bahasa bahwa “keluarnya” Roh Kudus dari Bapa ini bukan dimaksudkan sebagai penyataan diri Allah, namun untuk memantulkan Firman Allah/Putra ini kembali pada Bapa. Jadi Roh Kudus bukanlah sebagai yang menyatakan Diri Allah untuk menjadi Gambar Allah, sehingga karenanya Ia bukan disebut Anak, tetapi Ia adalah Roh sebagai lingkup untuk memantulkan Firman Allah/Putra kepada Bapa. Itu sebabnya “KeluarNya” Roh Kudus dari Bapa itu tidak disebut sebagai “diperanakkan” namun hanya “keluar” saja. Oleh sebab itu meskipun Firman Allah dan Roh Allah itu sama-sama keluar dari Allah, namun karena perbedaan cirri khas dan “hubungan yang ada” dengan dan di dalam Allah ini, maka kata “diperanakkan” bagi ciri khas Firman Allah ini dewngan kata “keluar” bagi ciri khas Roh Allah harus dibedakan dan harus dimengerti perbedaannya.


Roh Kudus Sebagai Roh Allah, Roh Bapa, Roh Anak Allah, Roh Kristus , serta Roh Yesus


Roh Kudus adalah Roh yang “bersemayam di dalam diri Allah” ( I Kor 2:10-11 ) dan yang “keluar dari Bapa” ( Yoh 15:26 ), sebagai hypostasis dari prinsip kuasa dan hidup Allah. Karena asal dan tempat bersemanyamNya secara kekal di dalam Allah inilah maka Roh Kudus itu disebut sebagai “Roh Allah” atau “Roh Bapa”, sebagaimana yang dikatakan oleh Kitab Suci demikian : “…Roh Allah turun seperti burung merpati…” (Mat 3:16). Sebutan “Roh Allah” bagi Roh Kudus ini dapat kita jumpai dalam banyak kita jumpai dalam banyak sekali ayat-ayat Perjanjian Baru (Mat 12:28, Rom 8:9,14, I Kor 2: 11,12,14, 3:16, 6:11, 7:40, 12:13,dll). Sedangkan sebutan Roh Kudus sebagai Roh Bapa dapat kita jumpai misalnya dalam pernyataan Kitab Suci yang demikian : “ Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; …di dalam kamu” (Mat 10:20).

Disamping itu, dalam kekekalan azali Roh Kudus selalu “memuliakan, bersaksi, dan memberitakan” yaitu menyatakan dan memantulkan kemuliaan Firman Allah/Putra, kembali kepada Bapa. Ini bermakna Roh Kudus itu secara penuh bersemayam dan tinggal dalam Firman Allah, atau Anak Allah. Karena hubunganNya dengan Anak Allah atau Firman Allah yang demikian inilah maka Roh Kudus disebut sebagai Roh Anak Alah, karena Dialah yang memuliakan dan yang menyaksikan Sang Putra ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kitab Suci demikian : “…Allah telah menyuruh Roh AnakNya…” (Gal 4:6). Dan karena itu pula Ia disebut sebagai “Roh Kristus” (Rom 8:11) “Roh Yesus” (Kis 16:7). Dengan demikian yang dimaksud sebagai Roh Anak, Roh Yesus, Roh Allah dan Roh Bapa itu tak lain adalah Roh Kudus.

Dengan terdapatnya data Kitab Suci yang menyatakan Roh Allah sebagai Roh Anak, Roh Yesus, dan Roh Kristus, Gereja Barat (Roma Katolik, yang kemudian juga diikuti Protestan) menafsirkan bahwa Roh Kudus juga “Keluar” dari Anak, disamping Ia keluar dari “Bapa”. Sehingga Roh Kudus dinyatakan “keluar dari Bapa dan Anak”, dan muncullah “sisipan Filioque” pada Pengakuan Iman Nicea Yang asli. Pembahasannya akan kita lihat secara khusus dibawah nanti. Karena Roh Kudus yang bersemayam dalam Allah yang Esa (Bapa) itu juga keluar dari Bapa untuk tinggal dan bersemayam pada Firman (Putra), serta memantulkan Firman itu kepada Bapa dan menyatakan Firman tadi, maka jelaslah bahwa Roh Kudus itu memang hanya “keluar” dari Bapa, namun bersemayam dalam Firman, sehingga Ia disebut juga sebagai Roh Anak, atau Roh Kristus. Namun Ia tidak keluar dari “Bapa dan Anak”. Disamping itu sebutan tersebut disebabkan oleh hubungannya dengan manusia dimana Roh Kudus yang “keluar dari Allah” itu dicurahkan kepada manusia melalui Kristus yang sudah bangkit itu, sehingga menyebabkan Roh Kudus itu disebut sebagai “Roh Anak”, “Roh Yesus”, atau “Roh Kristus” itu, namun sejak kekal Roh Kudus hanya keluar dari Bapa saja, sebagaimana yang dikatakan : “Yesus inilah yang dibangkitkan Allah ….dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah (yaitu: diangkat ke sorga serta duduk disebelah kanan Allah) dan menerima Roh Kudus (yaitu: dari Allah yang telah membangkitkan dan meninggikanNya itu; berarti Roh Kudus itu sejak kekal memang hanya keluar dari Allah saja) yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya (yaitu: Roh Kudus yang hanya keluar dari Allah yang telah dikaruniakan kepada Yesus sesudah peninggihanNya itu, oleh Yesus dicurahkan kepada manusia. Sehingga manusia menerima Roh Kudus yang sejak kekal hanya keluar dari Allah/Bapa itu melalui Yesus Kristus. Karena turunNya dan dicurahkanNya kepada manusia terkait dengan Yesus itu maka Roh Allah yang sejak kekal hanya keluar dari Allah/Bapa saja itu, juga disebut sebagai “Roh Anak”, Roh Yesus” dan “Roh Kristus”) apa yang kamu lihat dan dengar disini” (Kis 2:32-33). Dalam makna inilah maka Kitab Suci menyebut Roh Allah itu secara silih berganti dengan sebutan sebagai Roh Kristus, bahkan sebagai Kristus sendiri. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan Kitab Suci dibawah ini :


“Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam didalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus ia bukan milik Kristus. Tetapi jika kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi Roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran. Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam didalam kamu, maka Ia yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara oirang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh RohNya, yang diam di dalam kamu.” (Roma 8:9-11).

Kutipan ayat-ayat di atas ini menunjukkan kesilibergantian nama yang digunakan untuk Roh Allah itu. Ia disebut “Roh” saja untuk menunjukkan hypostasisNya pada diriNya sendiri tanpa hubunganNya dengan Bapa dan FirmanNya. Namun Ia disebut sebagai “Roh Allah diam di dalam kamu” untuk hubunganNya dengan Allah, sebagai yang keluar dan bersemayam dalam Diri Allah karena Dia adalah RohNya Allah. Selanjutnya Roh itu juga disebut sebagai “Roh Kristus” : “… tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus,…” untuk menunjukkan “KeluarNya” Roh itu dari Allah adalah untuk bersemayam pada Firman baik secara kekal maupun setelah penjelmaanNya sebagai manusia yang bergelar sebagai “Kristus”. Sehingga Roh itu juga adalah Roh Kristus, karena bersemayam di dalam Kristus. Selanjutnya Roh Kristus juga disamakan dengan Kristus sendiri, sebagaimana yang dikatakan :”…jika orang tidak memiliki Roh Kristus ia bukan milik Kristus . Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu….”. Menurut ayat ini “memiliki Roh Kristus” berarti “Kristus di dalam kamu”, yang berarti Roh Kristus itu identik dengan Kristus sendiri. Maka ayat ini adalah bersemanyaNya Roh Kudus di dalam manusia maupun dipantulkanNya kepada Bapa dari Firman, itu bukanlah untuk menyatakan diriNya sendiri tetapi menyatakan Kristus. Baik itu dalam kekekalan azali dalam hubungan interaksi yang ada antara Allah, FirmanNya dan RohNya dalam diriNya yang Esa, maupun pada saat menyatakan Kristus kepada manusia. Sehingga jika Roh Allah yang hadir, otomatis Roh itu menghadirkan Kristus, sehingga Kristus sendiri yang hadir melalui Roh tadi.

Selanjutnya dikatakan: “Dan jika Roh Dia yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati” Dalam kalimat ini Roh Kristus itu disebut sebagai “Roh Dia yang membangkitkan Yesus”, padahal yang membangkitkan Yesus adalah Bapa, berarti Roh Kristus disini disebut sebagai Roh Bapa sendiri.selanjutnya Bapa atau Allah yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati itu dinyatakan sebagai yang “…akan membangkitkan tubuhmu yang fana ini oleh RohNya yang diam didalam kamu…” Berarti yang diam di dalam manusia beriman itu adalah RohNya Allah, tetapi juga RohNya Kristus, dan Kristus sendiri. Dengan demikian dalam kutipan kita diatas ada sebutan yang saling bertindih antara “Roh”, “Roh Allah/Bapa”, “Roh Kristus”, dan “Kristus” sendiri. “Roh Kudus” itu disebut “Roh” demikian saja, jika yang dimaksud adalah keberadaan hypostasisNya sendiri tanpa melihat hubungannya didalam Allah dan Firman Allah itu yang sedang dibahas. Namun dalam ayat-ayat lain dalam Kitab Suci ini pada diriNya sendiri juga diberi sebutan sebagai “Roh Kudus” untuk menunjukkan sifatNya yang kudus dan karyaNya yang menguduskan (Rom 5:5, I Kor 6:11). Disamping itu sebagai yang menyampaikan Kristus “Sang Kebenaran” itu (Yoh 14:6), maka Roh Allah itu pada diriNya sendiri juga disebut sebagai “Roh Kebenaran” (Yoh 14:17, 15:26). Namun jika dilihat dalam hubungannya dengan Allah sebagai yang “diam didalam diri” Allah (I Kor 2:10-11), dan yang “keluar dari Bapa” (Yoh 15:26) maka Roh itu disebut sebagai “Roh Allah” atau “Roh Bapa”. Sedangkan dalam hubunganNya dengan Kristus (Anak Allah, Firman Allah yang menjadi manusia) sebagai sasaran akhir keluaNya dari Bapa serta sebagai yang dimuliakan, disaksikan, dinyatakan serta dihadirkan oleh Roh itu maka Ia disebut sebagai “Roh Anak”, serta “Roh Kristus” atau disebut “Kristus” sendiri. Demikian juga dalam hubunganNya dengan Allah, Roh Kudus pada saat yang bersamaan disebut sebagai “Roh Allah dan “Allah” sekaligus hal ini dinyatakan demikian :


“Tidak tahukah kamu bahwa kamu adalah Bait Allah dan bahwa Roh Allah diam didalam kamu ?” ( I Kor 3:16 ).

Ayat ini menjelaskan bahwa umat Korintus (“kamu”) adalah “Bait Allah” atau “Rumah Allah”. Ini bermakna bahwa Allah berada dalam komunitas umat Korintus, seolah-olah sebagai RumahNya, yang berarti Allah itu dia di dalam umat itu. Namun selanjutnya dinyatakan bahwa “Roh Allah” itu yang diam di dalam “kamu”. Dengan demikian komunitas umat Korintus itu dikatakan sebagai “Bait Allah” atau “Rumah Allah”, karena Roh Allah diam didalam mereka. Berarti Allah diam pada umat itu di dalam “Roh Allah” itu juga disebut “ Allah” sendiri. Sebab Allah menghadirkan diri melalui Roh itu, di dalam kristus. Jika Kristus hadir maka Allah yang dinyatakan, dan cara Kristus hadir adaalah melalui Roh Allah. Itulah sebabnya dikatakan :


“Didalam Dia (Kristus) kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh” ( Ef 2:22 ).

Allah hadir dalam umatnNya sebagai “tempat kediaman Allah” oleh Kristus, didalam Roh. hadirNya Roh Allah berarti sekaligus hadirNya Allah sendiri. Dari beberapa bagian Kitab Suci yang telah kita kutip di atas dapatlah kita ambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut. Jika Roh Allah hadir, maka Roh Kristus itulah yang hadir, dan sekaligus Kristus itulah yang hadir. Jika Roh Kristus itu hadir maka Roh “Dia yang membangkitkan Kristus” atau “Roh Bapa/Allah” itulah yang hadir. Jika Roh Allah hadir maka Allah itu sendiri yang hadir. Jika Kristus hadir maka Allah itulah yang hadir, karena “Kemuliaan Allah… Nampak pada wajah Kristus”, dan “…Aku didalam Bapa dan Bapa didalam Aku …” sehingga jika Roh Allah hadir maka “Bapa dan Anak” itu sekaligus hadir. Seb agaimana yang dikatakan demikian :


“Aku akan meminta kepada Bapa, dan ia akan memberikan kepadamu seorang penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamaNya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak mengenal Dia sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu. Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku akan datang kembali kepadamu. tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup. Pada waktu itulah kamu akan tahu, bahwa Aku didalamBapaKu dan kamu didalam Aku dan Aku didalam kamu. Barangsiapa memegang perintahKu dan melakukanNya, dialahyang mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh BapaKu dan Akupun mengasihi diadan akan menyatahkan dirKu kepadanya. Yudas yang bukan Iskariot, berkata kepadaNya : “Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diriMu kepada kami, dan bukan kepada dunia ?” Jawab Yesus :”Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan KAMI (“Bapa dan Anak” = “Allah dan FirmanNya”) akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan Dia.” (Yoh 14:16-23).

Menurut ayat-ayat ini Roh Kebenaranlah yang akan diam di dalam manusia, namun juga jika manusia mengasihi Kristus, maka Bapa dan Putra itu yang akan diam bersama-sama dengan orang itu. Ini berarti yang hadir dalam manusia adalah Roh Allah dan FirmanNya sendiri yang hadir didalam manusia. Demikianlah memang Tritunggal Maha Kudus itu Esa adanya, karena kehadiran hypostasis yang satu itu juga adalah kehadiran hypostasis yang lain secara tak terpisahkan. Melalui Roh Kudus yang tinggal di dalam manusia, maka seluruh keberadaan Allah “Bapa dan Anak” (“Allah dan Firman”), dan sekaligus “Roh Allah” itu sendiri yang tinggal; pada manusia. Maka dapat dikatakan bahwa keseluruhan keberadaan Tritunggal Maha Kudus itu bukan tiga ilah atau tiga Tuhan yang berbeda-beda dan terpisah-pisah, namun keberadaan realita konkrit (hypostasis) di dalam Diri Allah yang Esa itu sendiri. Sebab hadirNya Roh Kudus itu untuk menyatakan Anak Allah/Firman Allah, dengan demikian Firman Allah berada didalam Roh Kudus. Padahal Firman Allah/Anak Allah itu menyatakan Bapa, berarti Bapa ada di dalam firman Allah/Anak Allah. Sebaliknya baik Roh Allah maupun Anak Allah itu berada di dalam Allah, berarti memang ketiga hypostasis itu memang Esa tak terpisahkan. Sehingga kehadiran hypsostasis yang satu adalah kehadiran keseluruan hypostasis dalam Allah yang Esa itu. Karena dalam ketiga hypostasis itu hanya terdapat satu dzat-hakekat Allahg, dan di dalam masing-masing hypostasispun dzat-hakekat Allah yang satu dan yang sama itu yang hadir, sedangkan ketiga hypostasis itu juga berada dalam dzat-hakekat Allah yang satu itu. Maka sebagai roh Allah yang bersemanyam di dalam dzat-haekat Allah yang satu bersama Firman Allah, maka Roh Kudus mempunyai sifat yang satu dengan “Bapa dan Puta” itu yaitu sifat “dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia”, yang artinya manusia tak dapat mengerti Dia tanpa pewahyuan Dirinya. Hal ini yang sama berlaku bagi sifat “Bapa dan Anak”, sebagaimana yang dikatakan :


“…tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakanNya.” (Mat 11:27).

Kebenaran ini menunjukkan bahwa sifat-sifat Allah itu adalah tunggal. Sifat Allah, yang dalam hal pembahasan kita ini adalah sifat “tak dapat diketahui” itu, karena Allah mempunyai sifat dzat-hakekat atau (essensi) yang hanya satu, karena Allah itu Esa. Sehingga jika Bapa (Allah yang Esa) tidak dimengerti manusia, maka Anak (Firman Allah) dan Roh Kudus (Roh Allah) pun tidak dapat dimengerti oleh manusia. Roh Allah dan Firman Allah itu memang satu dengan Bapa dan di dalam Bapa. Hanya melalui penyataan Anak (Firman Allah) oleh Roh Kudus itu saja, sifat "ketakdapat dimengertian" Allah ini dapat tersingkap. Karena Roh Kudus itulah yang menyatakan Kristus. Anak berkenan menyatakan Diri kepada manusia melalui Roh Kudus, dan melalui penyataan diri Anak didalam Roh Kudus ini Bapa dinyatakan kepada manusia.

Karena sifatnya yang saling bersemayam diantara hypostasis-hypostasis didalam diri AllahnYang Esa itu, maka hadirNya Roh Kudus adalah hadirNya Kristus, dan hadirNya Kristus dalam Roh Kudus ini adalah hadirNya Allah sendiri. Dengan demikian Roh Kudus tidak menyatakan apapun, selain wahyu Allah yang satu-satunya itu yaitu : Yesus Kristus. Roh Kudus bukanlah roh liar yang lepas dari Firman Allah, namun Ia adalah Roh Allah yang terkait dengan Firman Allah baik Firman itu sebelum menjelma menjadi manusia maupun sesudahnya, sehingga Ia disebut Roh Yesus dan sekaligus Roh Allah. Bersama dengan Firman Allah, Roh Allah ini berada satu didalam diri Allah yang Esa. Karena Allah itu memang Esa dan tidak ada Allah lainselain yang Esa ini ( I Kor 8:4), yang sejak kekal berada dalam diriNya FirmnaNya sendiri dan RohNya.

Minggu, 18 Agustus 2013

Interaksi Antara Allah, Firman Allah, dan Roh Allah


Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.

Dari sinilah kita dapat mengerti bahwa hubungan antara Bapa (Allah Yang Esa), Putra (Firman Allah yang berada secara kakal melekat satu dalam Diri Allah itu), dan Roh Kudus (Roh Allah yang juga berada secara kekal melekat satu bersama Firman Allah dalam diri Allah itu) Itu adalah hubungan yang kekal. Dan hubungan kekal dimana Roh Kudus keluar dari Bapa (Allah Yang Esa) dan tinggal di dalam Putra (Firman Allah) itu bahkan dinyatakan dengan pada manusia ketika Putra (Firman Allah) itu menjelma menjadi manusia yaitu saat Sang Kristus dibaptiskan. Dinyatakan dalam Kitab Suci demikian :

“Sesudah dibaptis Yesus keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun keatas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan : Inilah Anakku yang Kukasihi, kepadaNya-LAH Aku berkenan.” (Mat 3:16-17, Mark 1:9-10).

Data Alkitab di atas mengatakan bahwa “langit terbuka”, sebagai simbol dari terbukanya misteri sorgawi, inilah pewahyuan atau penyataan Ilahi. Dan dari langit itu terdengar suara Bapa (Allah) yang dinyatakan sebagai suara dari sorga. Dan dari langit atau dari sorga yang terbuka itulah “Roh Allah seperti burung merpati turun”. Ini jelas menunjukkan pewahyuan (bahwa Roh Allah itu) memang berasal dari Bapa, atau keluar dari Bapa, karena langit atau sorga itu simbol di mana Bapa berada. Dan berasal dari situ Roh Kudus keluar dan turun. Serta tujuan sasaran keluarNya atau turunNya Roh Allah dari Bapa “ke atas-Nya” yaitu kepada “Firman Allah “ yang menjelma : Yesus Kristus ini. Bersama dengan turunNya Roh Kudus inila maka dinyatakan suara Bapa “Inilah AnakKu yang Kukasihi”. Itulah sebabnya peristiwa baptisan Kristus ini dirayakan dalam Gereja Orthodox sebagai salah satu pesta besar Gereja setiap tanggal 6 Januari, sebagai perayaan “Epiphani” atau “Penampakan Ilahi”, karena misteri hubungan dalam diri Allah itu untuk pertama kalinya dinyatakan pada manusia dalam bentuk yang begitu amat jelas dan konkritnya. Dengan demikian data Alkitab ini makin menegaskan apa yang sejau ini kita bahas bahwa memang Roh Allah itu keluarNya dari Allah (Bapa) saja, namun juga Ia tetap tinggal didalam Allah, dan bahwa Anak Allah (“Firman Allah”) itu sasaran “Kasih Allah” (“Yang Kukasihi”). Dan bahwa pernyataan kasih Allah kepada FirmanNya itu bertindih tepat dengan keluarNya Roh Allah dari Allah untuk tinggal pada FirmanNya, sebagai pencurah kasih Allah tadi. Jadi Roh Allah itu bukan keluar dari Firman Allah, namun tinggal dalam Firman Allah, sedangkan keluarNya hanya dari Bapa saja. Meskipun kelihatannya Firman Allah yang menjelma itu terpisah dari Allah, karena Ia berada di dalam air sungai Yordan sedangkan Allah berada di sorga, namun sebenarnya Ia tak terpisah, karena Ia mengatakan ketika Ia berada di atas bumi ini :

“Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30)

“…..Engkau ya Bapa didalam Aku, dan Aku di dalam Engkau…Kita adalah satu “ (Yoh 17:21b, 22c)
Serta pernyataan Alkitab yang lain :

“Sebab di dalam Dialah berdiam secara jasmania seluruh kepenuhan ke-Allah-an.” (Kol 2:9).

Kelihatannya memang Firman Allah terpisah dari Allah, dan Roh Allah. Ini disebabkan Ia menampakkan diri dalam wujud penjelmaanNya, sedangkan keilahianNya tak dapat dilihat mata. Namun dapat kita bayangkan jika Roh Allah berwujud “seperti” (jadi bukan sunggu-sunggu demikian wujudNya) burung merpati, lalu hinggap pada Yesus Kristus: Firman menjelma itu, maka dapat kita lihat bahwa tanpa terpisah dari Allah (buktinya Allah masih hidup dan menyatakan FirmanNya kepada manusia, dan tetap berkuasa buktinya dunia tidak lebur) yang di sorga, Ia juga tinggal pada Yesus Kristus (Firman Allah yang menjelma) (karena Ia Nampak hinggap diatasNya untuk tinggal padaNya), dengan demikian Roh Allah itu tinggal pada Bapa namun juga pada Firman yang menjelma. Dengan demikian Firman Allah tetap satu dalam Allah, melalui RohNya ini. Sedangkan secara jasmania yaitu dalam wujud kemanusian yang Nampak sedang dibaptis itu, sebenarnya seluruh kepenuhan ke-Allah-an yang jelas tak dapat dilihat oleh mata itu, berdiam atau bersemanyam dan berada di dalam Dia yaitu di dalam diri yang terdalam dari wujud penjelmaan Firman Allah : Yesus Kristus, sebagai manusia yang nampak mata itu. Dengan demikian seluruh kepenuhan ke-Allah-an yang ada di sorga itu ternyata berada di dalam FirmanNya juga bahkan secara jasmania dalam wujud penjelmaanNya itu. Dengan demikian Firman Allah tetap satu dalam diri Allah bahkan bahkan ketika menjelma menjadi manusia. Jadi Allah tetap tak terpisahkan dari FirmanNya dan Firmanpun tetap satu dengan Allah, atau tinggal dalam Bapa. Padahal tinggalNya pada Bapa itu pada Dzat-Hakekat yang Esa, berarti Yesus Kristus baik secara kepenuhan ke-Allah-an , maupun melalui tinggalNya Roh Allah dalam Bapa dan dalam diriNya tetap satu di dalam dzat hakekat Allah yang Esa itu. Hanya hal itu tak terlihat mata, karena peristiwa di sini adalah peristiwa “penampakan” oleh karena itu memang yang nampak mata yang harus diketahui manusia, sedangkan yang ghoib atau yang tak nampak mata tetap tak diketahui manusia. Keberadaan kekal itulah yang dinyatakan dalam “epiphany” ini agar manusia dapat belajar dan mengerti rahasia mengenai kebenaran hubungan antara hypostasis-hypostasis yang ada dalam Allah yang Satu itu. Yaitu “Firman” itu adalah Anak Allah yang menjadi sasaran “Kasih” dan “Perkenan Allah” dan bahwa Roh Kudus itu keluar hanya dari Allah (Bapa) untuk tinggal didalam “Firman” bagi mencurahkan kasih Allah kepadaNya. Oleh kartena itu mengenai hal ini dikatakan oleh Yohanes Pembaptis sebagai saksi mata peristiwa itu, demikian :

“Dan Yohanes memberi kesaksian katanya : “Aku telah melihat Roh turun seperti merpati, dan Ia tinggal diatasNya.” (Yoh 1:32).

Kesaksian Yohanes ini menegaskan bahwa “Roh Allah turun dari langit, yaitu keluar dari Bapa”, serta “Ia tinggal” di atas Putra, dan tentunya langsung juga ke dalamNya. Karena Allah “…mengaruniakan RohNya dengan tidak terbatas (kepada FirmanNya ini)” (Yoh 3:34). Berarti Roh Allah itu tinggal dalam Allah namun juga sekaligus tinggal dalam Firman Allah, padahal Firman itu juga tinggal di dalam Allah, sebagaimana Allah juga tinggal di dalam FirmanNya, otomatis Firman juga tinggal dalam Roh Allah dan Allahpun tinggal dalam Rohnya sendiri. Demikianlah ketika dibicarakan tiga hypsotasis ternyata ketiganya itu adalah satu, karena saling mendiami secara tak terpisahkan. Ketika dibicarakan yang satu, ternyata terdapat di dalam yang satu ini hypostasis Firman Allah dan hypostasis Roh Allah, karena memang Allah itu Esa. Oleh karena itu di dalam Gereja Orthodox perayaan pembaptisan Kristus ini dinyatakan sebagai penyataan Ilahi mengenai Tritunggal Maha Kudus, yaitu penyataan Ilahi dari hubungan yang ada diantara Allah, FirmanNya sendiri, dan RohNya yang kekal di dalam DiriNya Yang Esa itu.

Karena (keluarNya) Roh Kudus dari Bapa sejak kekal itu berfungsi sebagai pencurah kasih Allah kepada Firman Allah, dan bertindih tepat dengan berlangsungNya Bapa menyatakan diriNya di dalam FirmanNya, maka disinilah Roh Kudus mencurahkan kasih Bapa sepenuhnya kepada Putra (Firman) dan sekaligus Roh Kudus memantulkan balik kasih Anak kepada Bapa. Demikianlah Roh Kudus berfungsi ganda dalam gerak hidup Ilahi Yang Esa itu, sebagai pencurah kasih Allah kepada Putra (Firman) dan sebagai pemantulan kasih itu dari Putra (Firman) kepada Bapa (Allah Yang Esa), sebagaimana yang terkandung dalam makna kata “O logos pros ton Theon” (Yoh 1:1) “O Logos = Firman itu, pros ton Theon = menuju kepada Allah” yang bermakna berhadap-hadapan dengan Allah”, inilah keberadaan saling memandang secara kekal itu. Bapa melihat CitraNya sendiri dan mengasihi CitraNya itu, yang mana kasih itu dicurahkan oleh Roh Kudus kepadaNya. Dan Putra (Firman Allah) itu memantulkan kembali kasih Bapa, sehingga di dalam Allah Yang Esa terdapat satu gerakan kasih yang kekal.

Maka fungsi Roh Kudus itu bukanlah untuk menyatakan diriNya sendiri namun untuk menyatakan Putra (Firman Allah), yaitu menjadi lingkup Allah sendiri untuk mengenal diriNya did alam FirmanNya itu, atau sebagai lingkup penyataan diri Allah melalui firmanNya. Itulah yang dimaksud oleh Sang Kristus mengenai Roh Kudus, yang berikut ini :

“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan menuntun kamu dalam seluruh kebenaran : Sebab Ia tidak akan berkata-kata dalam diriNya sendiri , tetapi segala sesuatu yang didengarNya itulah yang akan dikatakanNya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu aku berkata ; Ia akan memeritakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu.” (Yoh 16:13-15).

Memang ayat ini berbicara mengenai pekerjaan Roh Kudus di dalam dunia ini kepada manusia. Namun karena aktivitas hubungan dari setiap hypostasis dai dalam Allah itu adalah kekal, maka demikian pula apa yang dikatakan dalam ayat ini mengenai karaya Roh Kudus itu dikatakan dalam ayat ini mengenai karya Roh Kudus itu itupun bersifat kekal. Aktivitas Roh Kudus menurut ayat ini ialah “memuliakan Aku” serta “akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu”. Roh Kudus memuliakan Kristus karena Ia menerima isi berita dari Kristus. Berarti isi berita yang disampaikan Roh Kudus adalah Kristus, karena Ia memuliakan Kristus, namun sumbernya juga dari Kristus. Maka jelas Kristuslah yang dinyatakan Roh Kudus dan bukan diriNya sendiri, Roh Kudus tidak mengambil dari dirNya sendiri tetapi dari Kristus, karena bukan diriNya yang dinyatakan tetapi Kristus. Maka Roh Kudus adalah sarana dan lingkup di mana Kristus dimengerti dan difahami yaitu diwahyukan. Lebih jauh dikatakan “diterimaNya dari padaKu, sebab segala sesuatu yang Bapa punya adalah Aku punya.” Ini bermakna bahwa Roh Kudus menyampaikan kebenaran tentang Kristus, namun Kristus menerimanya dari Bapa. Karena :“Segalah yang Bapa punya adalah Aku punya” atau dengan kata lain “Apa yang menjadi milikMu adalah milikKu, milikKu adalah milikMu.” (Yoh 17:10), sehingga ketika Roh Kudus berkarya maka “Firman Allah” yang dinampakkan, namun karena milik dan punyai Bapa adalah juga milik atau punyaNya Firman, jelas dengan Firman dinampakkan atau diwahyukan Roh Kudus, maka sekaligus Bapa yang diwahyukan. Itulah sebabnya melalui FirmanNya di dalam RohNya ini Bapa dapat memandang diriNya. Demikian juga dengan mengenal Kristsus manusia mengenal Allah. Serta dengan melihat Kristus orang telah melihat Allah. Karena melalui Roh Kudus itu punya Kristsus dinyatakan pada manusia, dan punya Kristus adalah punya Bapa. Demikianlah berarti punya dan milik Roh Kudus, adalah punya dan milik Firman, dan punya dan milik Firman adalah punya dan milik Bapa. Sehingga dalam hypostasis Roh Allah, Firman Allah dan Allah sendiri di mana kedua hypostasis itu bersemayam terdapat satu milik dan satu kepunyaan. Yaitu hanya terdapat satu essensi/dzat hakekat, satu sifat-sifat ilahi, satu kemuliaan, satu kekekalan, satu kuasa. Yang semuanya itu bersumber dari Allah Yang Esa dan dimiliki oleh Firman dan RohNya sekaligus, karena kedua hypostasis ini berdiam dalam hakekat diri Allah yang satu itu. Dengan demikian makin menegaskan bahwa Allah itu Esa, dengan memiliki hypostasis Firman dan Roh Allah di dalam hakekat diriNya yang Esa itu. Dilihat secara bersama ketiga hypostasis itu adalah satu Allah, karena berada dalam satu hakekat dengan sifat-sifat yang tunggal. Dilihat pada masing-masingnya Bapa itu Allah, karena Ialah sumber ke-Allah-an dimana hakekat ke-Allah-an yang satu itu berada, Firman (Anak) itu Allah karena Ia berada dalam hakekat ke-Allah-an yang satu dan yang sama di dalam Bapa serta seluruh kepenuhan ke-Allah-an berdiam didalamNya, Roh Allah (Roh Kudus) itu Allah karena alasan yang sama seperti halnya keilahian Firman Allah. Namun bukan berarti ada tiga Allah, sebab ke-Allah-an yang dimiliki masing-masing hypostasis itu adalah ke-Allah-an yang satu dan yang sama yang berada dalam diri Allah yang Esa, karena baik Firman maupun Roh itu tinggalnya di dalam hakekat Allah yang satu itu, dan didalam Firman dan Roh Allah ini hakekat ke-Allah-an yang satu yang dimiliki Bapa (Allah Yang Esa) itu juga tinggal.

Karena yang dinyatakan oleh Roh Kudus itu diambil dari Firman ( Putra) , dan pada hakekatNya itu milik Bapa (Allah) karena Roh Kudus itu mencurahkan kasih dan segala kepenuhan Bapa kepada Firman, serta milik Bapa yang telah dicurahkan pada Firman itu oleh Putra ( Firman) ini di dalam Roh yang sama dipantulkan kembali kepda Sang Bapa, maka jelaslah bahwa ketiga hypostasis dalam Allah yang Esa itu meskipun bisa dibedakan ciri-ciri khas masing-masing tetapi tidak bisa dipisahkan. Dari interaksi yang ada antara ketiga hypostasis di dalam diri Allah yang Esa itu terlihat lingkaran gerakan kasih dan kemuliaan yang kekal di dalam Allah. Bersamaan dicurahkanNya kasih Allah kasih Allah dicurahkan pula kemuliaan dan kepenuhan Allah itu kepada Firman Allah ( Putra) melalui Roh Kudus. Sehingga oleh interaksi yang demikian ini disamping Roh Kudus itu sepenuhnya di dalam Bapa ( 1 Kor 2:10-11) Ia juga berdiam sepenuhnya di dalam Putra. Karena memang “Allah mengaruniakan RohNya dengan tidak terbatas” ( Yohanes 3:34) kepada FirmanNya ini. Secara sempurna Roh itu berada dalam dzat hakekat Bapa yang Esa itu, namun sepenuhnya Ia berdiam juga pada Firman Allah yang juga berada dalam dzat hakekat Allah yang Esa yang sama itu. Sehingga Firman yang secara sempurna diam di dalam Bapa karena Dia adalah FirmanNya Bapa, itu juga sepenuhnya diam di dalam Roh Kudus karena Roh Kudus itu tidak menyatakan diriNya sendiri tetapi menyatakan, memuliakan dan membuat realita kongkrit dari jatidiri Firman ( Putra) dinyakan pada Bapa, dalam saling pandang yang kekal itu. Selanjutnya Bapa ( Allah Yang Esa) pun diam di dalam Roh Kudus karena Roh Kudus itu memantulkan atau mencurahkan kepenuhan ke Allahan Bapa kepada Firman ( Putra), sekaligus juga diam dalam FirmanNya karena FirmanNya merupakan “Tajjali” dan “GambarNya” sendiri.

Ketiga hypostasis illahi ini jelas bukan tiga Allah karena masing-masingnya saling diam-mendiami satu di dalam yang lain dan berada dalam dzat-hakekat Allah yang satu dengan sifat-sifat illahi yang tunggal dan sama bertindih tepat itu. Ciri khas masing-masing memang dapat dibedakan namun jelas tak dapat dipisahkan. Karena hyspotasis-hypostasis ini bukan ilah-ilah yang saling terpisah dan saling mandiri, namun realita-realita kongkrit dari keberadaan kekal; didalam diri Allah yang Esa itu, dengan satu hypostasis berada di dalam hypostasis yang lain secara tak terpisahkan. Bahwa ketiga hypostasis Ilahi ini tak dipisahkan itu adalah jelas karena Bapa tinggal di dalam Firman sepenuhnya dan FirmanNya tinggal di dalam Bapa. Bapa tinggal di dalam RohNya, RohNya sepenuhnya tinggal didalam Bapa. Roh tinggal dalam Firman, dan Firmanpun tinggal dalam Roh seperti yang telah kita bahas diatas.

Karena sifat mewahyukan Diri melalui Firman atau SabdaNya secara kekal di dalam Roh Kudus inilah, maka Allah itu menyatakan diriNya kepada manusia melalui FirmanNya dalam Roh Kudus yang sama ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Kitab Suci demikian :

“Jikalau penghibur yang Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tantang Aku.” (Yoh 15:26).

“Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari padaKu.” (Yoh 16:14).

Roh Kudus” keluar dari Bapa” untuk “bersaksi tentang Firman”, yaitu untuk menyatakan Firman itu, dalam proses penyataan itu kepada Bapa, maka Roh Kudus oleh Firman dikembalikan kepada Bapa, yaitu “diutus oleh Firman” sehingga kepada Bapa Firman itu disaksikan atau dinyatakan. Sehingga Bapa melihat diriNya sendiri melalui Firman di dalam Roh Kudus. Namun “pengutusan Roh Kudus” oleh Firman bagi bersaksi tentang Firman itu berlanjut setelah adanya ciptaan. Karena sumber pewahyuan Firman kepada manusia itu berlandaskan kodrat kekal yang ada di dalam Allah, dimana memang Firman itu sarana penyataan diri Allah di dalam Roh Kudus, sebagaimana di katakan : “…tidak seorangpun mengenal Bapa (Allah Yang Esa) selain Anak (Firman Allah; karena Ia berada satu dan kekal di dalam Bapa, serta Ia yang secara kekal memandang Bapa) dan orang yang kepadanya Anak itu (Firman Allah itu) berkenan menyatakanNya.” (Mat 11:27). Ayat ini menjelaskan bahwa manusia mengenal Allah hanya karena perkenan Firman itu untuk menyatakanNya, berarti Firman memang sarana penyataan diri Allah. Namun penyataan Diri Allah kepada manusia oleh Firman ini disebabkan karena Firman itu telah mengenal Bapa, yaitu mengenal sejak kekal dalam hakekat Allah yang Esa itu sendiri. Berarti apapun karya Firman Allah dalam hubunganNya dengan Allah di dunia ini, pada hakekatnya disebabkan oleh hubungan kekal yang sudah ada dalam kekekalan azali, dan karyaNya di dunia ini hanya penyataan dan manifestasi dari keberadaan kodrat hubungan kekal yang sudah ada itu. Dan cara Firman itu menyatakan Bapa (Allah yang Esa) adalah melalui Roh Kudus yang diutusNya, atau yang dipantulkan kembali setelah Ia menerimaNya dari Bapa. Melalui pemantulan Diri Firman itulah dikatakan Roh itu “memberitakan …apa yang diterima daripadaKu/Firman”. Roh Kudus menyatakan Firman (“Memberitakan”, “memuliakan”, “bersaksi” tentang Firman), karena Ia menerima dari Firman, artinya didalam Roh itu Firman tinggal sebagai yang dipantulkan olehNya, meskipun Roh itu keluarNya hanya dari Bapa saja. Jadi Allah mengenal diriNya melalui FirmanNya di dalam RohNya yang keluar dari diri Allah sendiri sebagai satu-satunya sumber keberadaan kekal dari Roh itu. Karena Roh itu yang memantulkan Firman Allah (-Firman yang diperanakkan dari dalam Allah sejak kekal itu-) kepada Allah sendiri. Dengan tercurahNya Roh itu kepada Firman, dan menerima apa yang ada dalam Firman itu. Dan keberadaan ini yang dinyatakan kepada manusia, sehingga dikatakan:

Jikalau Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah Sebab Allah telah berfirman : Dari dalam gelap akan terbit terang ! Ia juga membuat terangNya bercahaya didalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang Nampak pada wajah Kristus”. ( II Kor 4:3-4, dan 6 ).

Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa Kristus (Firman Allah yang menjadi manusia), adalah gambaran Allah, karena itulah “Kemuliaan Allah ….nampak pada wajah Kristus”. Bagi orang yang akan binasa, yaitu orang kafir, yang pikirannya dibutakan oleh iblis yaitu ilah zaman ini, mereka tak dapat melihat kemuliaan Kristus ini, sehingga mereka dapat mengenal kemuliaan Allah yang Nampak pada wajah Kristus, sebagai Firman Allah yang menjelma itu. Ini disebabkan hanya Roh Kudus saja yang dapat menyatakan kemuliaan Kristus atau ke-Tuhan-an Kristus itu sebagaimana dikatakan :

“…tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku:”Yesus adalah Tuhan” selain oleh Roh Kudus.” ( I Kor 12:3 ).

Roh Kudus adalah lingkup di mana kemuliaan Kristus dapat dimengerti, dan keberadaan ini memang keberadaan kekal di dalam Diri Allah yang Esa itu. Jika Roh Kudus menyatakan diri yang dinyatakan adalah kemuliaan Allah nampak pada wajah Kristus. Manifestasi Roh Kudus adalah untuk “,memberitakan” dan “memuliakan” serta “bersaksi” tentang Sabda Allah/Firman Allah/Anak Allah. Jadi bukan untuk diriNya sendiri Roh Kudus itu menyatakan diri itu. Maka jika ada yang mengatakan bahwa dengan Gereja Orthodox menolak sisipan “Filioque” pada Pengakuan Iman Nikea yang asli – yang akan kita bahas di bawah, lalu menyebabkan adanya Teologi Mistik yang tidak Kristosentrik (berpusat pada Kristus), itu adalah suatu kekeliruan dan kesalah fahaman bahkan ketidak tahuan yang serius terhadap Iman Kristen Orthodox ini. Karena dalam pengajaran Iman Orthodox, Roh Kudus keluar dari Bapa saja, namun langsung tinggal dalam Putra, dan oleh Putra langsung diutus kepada Bapa yaitu dipantulkan sehingga Putra itu diberitakan, disaksikan dan dimuliakan atau dinyatakan kepada Bapa, dan selanjutnya juga kepada umat manusia. Dengan demikian pengakuan bahwa keluarNya Roh Kudus dari Bapa saja itu tak menyebabkan mistik mistik yang tidak Kristosentris, karena Roh Kudus yang keluar dari Bapa dan diam di dalam Firman/Putra ini utnuk memuliakan dan menyaksikan tentang Putra/Firman ini. Sehingga tanpa Roh Kudus, tidak ada penyataan Diri Allah di dalam FirmanNya kepada Allah sendiri,dan dengan demikian juga dalam tingkat ciptaan, manusia tidak bisa mengaku atau mengerti tentang keIlahian Yesus Kristus tanpa Roh Kudus ini, akibatnya manusia tak dapat mengenal Allah secara benar.