Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.
Setelah kita bahas dinamika hubungan antara Allah dengan FirmanNya sendiri, maka haruslah kita bahas dinamika hubungan antara Allah dengan RohNya sendiri. Roh Allah itu disebut Kitab Suci sebagai Roh Kudus. Dan Roh Kudus ini juga dikatakan sebagai “Roh Kebenaran”, serta dinyatakan sebagai “yang keluar dari Bapa” (Yoh 15:26). Berarati Ia tinggal didalam Bapa sendiri. Mengenai hal ini Alkitab mengatakan :
Dalam ayat ini hubungan antara Roh Allah dengan Allah dianalogikan seperti hubungan antara manusia dengan rohnya sendiri. Sebagaimana roh manusia ada dalam diri manusia, dan mengetahui apa yang ada didalam diri manusia, demikianlah Roh Allah itu berada di dalam diri Allah dan mengetahui kedalaman batiniah Allah, yaitu menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah (“bathi tou Theou”). “Bathi tou Theou” artinya “Kedalaman Allah”, itulah dzat hakekat Allah sebagaimana roh manusia berada dalam diri manusia, dan satu dengan manusia itu secara tak terpisahkan, demikianlah Roh Allah yang ada dalam “bathi tou Theou” atau kedalaman dzat hakekat Allah adalah satu secara tak terpisahkan di dalam diri Allah sendiri. Karena Ia memang RohNya Allah, sebab Allah itu hidup sehingga RohNya sebagai prinsip hidup dan kuasa di dalam Allah itu berada di dalam Allah. Sudah kita bahas bahwa ciri khas hypostasis Roh Allah itu di samping bersama Firman Allah berada di dalam dzat hakekat Allah, Ia juga “keluar dari Bapa”, sebagaimana yang nyata dari pernyataan Sang kristus yang demikian ini :
Sang Kristus mengatakan mengenai Roh Allah itu bahwa “Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa” (“to Pneuma tees sleetheias o para tou Patros eksporeuetai”), ini artinya bahwa Roh Allah itu asalnya dari dalam Bapa (I Kor 2:10-11), namun pada saat yang bersamaan juga “keluar pergi dari” (“ekpreuetai”) Bapa. Dengan demikian jelaslah bahwa Roh itu mempunyai asal-usul dari esensi/dzat hakekat Allah sendiri, karena Dia itu memang berada dalam kedalaman diri Allah sebagai RohNya Allah. Roh Suci ini dikatakan “keluar” dari Bapa, namun terjadinya bukan di luar diri Allah, karena pada saat Ia keluar ini Ia juga dikatakan berada dalam Diri Allah. Berarti Ia keluar dari Allah untuk mencapai suatu tujuan yang juga ada di dalam diri Allah itu. tujuanNya adalah Firman Allah, karena Firman Allah inilah obyek pandang dan obyek kasih Allah secara kekal. Sebagaimana yang dikatakan oleh Firman Allah itu sendiri setelah penjelmaanNya sebagai manusia.
Setelah kita bahas dinamika hubungan antara Allah dengan FirmanNya sendiri, maka haruslah kita bahas dinamika hubungan antara Allah dengan RohNya sendiri. Roh Allah itu disebut Kitab Suci sebagai Roh Kudus. Dan Roh Kudus ini juga dikatakan sebagai “Roh Kebenaran”, serta dinyatakan sebagai “yang keluar dari Bapa” (Yoh 15:26). Berarati Ia tinggal didalam Bapa sendiri. Mengenai hal ini Alkitab mengatakan :
“Karena kepada kita Allah
menyatakanNya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan
hal-hal yang tersembunyi dalam diri allah. Siapa gerangan yang di antara
manusia yang tahu, apa yang tersembunyi dalam diri manusia selain roh
manusia sendiri yang ada di dalam dia ?. Demikian pulalah tidak ada
orang yang tahu, apa yang dapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.”
(I Kor 2:10-11).
Dalam ayat ini hubungan antara Roh Allah dengan Allah dianalogikan seperti hubungan antara manusia dengan rohnya sendiri. Sebagaimana roh manusia ada dalam diri manusia, dan mengetahui apa yang ada didalam diri manusia, demikianlah Roh Allah itu berada di dalam diri Allah dan mengetahui kedalaman batiniah Allah, yaitu menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah (“bathi tou Theou”). “Bathi tou Theou” artinya “Kedalaman Allah”, itulah dzat hakekat Allah sebagaimana roh manusia berada dalam diri manusia, dan satu dengan manusia itu secara tak terpisahkan, demikianlah Roh Allah yang ada dalam “bathi tou Theou” atau kedalaman dzat hakekat Allah adalah satu secara tak terpisahkan di dalam diri Allah sendiri. Karena Ia memang RohNya Allah, sebab Allah itu hidup sehingga RohNya sebagai prinsip hidup dan kuasa di dalam Allah itu berada di dalam Allah. Sudah kita bahas bahwa ciri khas hypostasis Roh Allah itu di samping bersama Firman Allah berada di dalam dzat hakekat Allah, Ia juga “keluar dari Bapa”, sebagaimana yang nyata dari pernyataan Sang kristus yang demikian ini :
“…Roh kebenaran yang keluar dari bapa,…” (Yohanes 15:26).
Sang Kristus mengatakan mengenai Roh Allah itu bahwa “Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa” (“to Pneuma tees sleetheias o para tou Patros eksporeuetai”), ini artinya bahwa Roh Allah itu asalnya dari dalam Bapa (I Kor 2:10-11), namun pada saat yang bersamaan juga “keluar pergi dari” (“ekpreuetai”) Bapa. Dengan demikian jelaslah bahwa Roh itu mempunyai asal-usul dari esensi/dzat hakekat Allah sendiri, karena Dia itu memang berada dalam kedalaman diri Allah sebagai RohNya Allah. Roh Suci ini dikatakan “keluar” dari Bapa, namun terjadinya bukan di luar diri Allah, karena pada saat Ia keluar ini Ia juga dikatakan berada dalam Diri Allah. Berarti Ia keluar dari Allah untuk mencapai suatu tujuan yang juga ada di dalam diri Allah itu. tujuanNya adalah Firman Allah, karena Firman Allah inilah obyek pandang dan obyek kasih Allah secara kekal. Sebagaimana yang dikatakan oleh Firman Allah itu sendiri setelah penjelmaanNya sebagai manusia.
” Engkau telah mengasihi Aku sebelum
dunia di jadikan” (Yoh 17:24).
Dengan demikian ini lebih merupakan gerak
hidup di dalam diri Allah sendiri. Gerak hidup ini adalah kasih yang
tercurah dari Allah kepada “FirmanNya” sendiri, dan terjadinya secara
kekal serta di luar waktu (“…sebelum dunia dijadikan…”). Padahal yang
berfungsi untuk mencurahkan kasih Allah, baik sesudah ada manusia,
maupun dalam kekekalan adalah Roh Allah sendiri, karena Roh Allah adalah
“Roh yang keluar” (Ibr 9:14), sebagaimana dikatakan “kasih Allah telah
dicurahkan….oleh Roh Kudus” (Roma 5:5). Maka keluarNya Roh Allah dari
Bapa, yang berlangsungnya di dalam Diri Allah Yang Esa itu sendiri,
adalah untuk berdiam di dalam Putra (Firman) sebagai “pencurah kasih
Allah” yang ditujukan kepada “Firman” itu, secara kekal. Pencurahan
kasih oleh Roh Allah dalam “keluarNya Roh Kudus dari Bapa” secara kekal
dan di luar waktu ini bertindih tepat dengan “diperanakkanNya Firman
Allah dari Bapa” sebagaimana yang telah kita bahas di atas. KeluarNya
Roh Kudus dari Bapa kekal azali sampai kekal abadi itu ada sangkut
pautnya dengan diperanakkanNya Firman, karena bersamaan dengan
diperanakkanNya Firman secara kekal itu pula maka “kasih Allah” itu
dicurahkan secara kekal atau “sebelum dunia dijadikan” kepada Firman
oleh Roh kudus. Karena “Allah memandang DiriNya” di dalam FirmanNya itu
dalam kasih. Sehingga keluarNya Roh Kudus dari Bapa itu ada hubungannya
dengan pernyataan kasih Allah kepada Firman Allah. Jadi ada suatu
lingkaran kasih dari Allah kepada FirmanNya, dan dari Firman kepada
Allah melalui Roh yang sama itu karena Firman itu “pros ton Theon”
(“menuju kapada Allah”) (Yoh 1:1). Hal ini berlangsung secara kekal. Maka
dapatlah kita mengerti bahwa keberadaan Allah itu adalah hidup yang
dinamis, dan hidup dinamis Allah dalam “FirmanNya” melalui “RohNya” itu
adalah kasih yang timbal balik antara Allah dan FirmanNya di dalam
RohNya sendiri. Sehingga keberadaan Allah yang hidup itu adalah
keberadaan “Kasih”. Itulah sebabnya Kitab Suci mengatakan bahwa “Allah
adalah kasih” ( I Yoh 4:8 ), bukan hanya yang “mengasihi” tetapi “kasih”
itulah keberadaan Allah.