Minggu, 25 Agustus 2013

Kasus Ayat-ayat Yang Menyatakan Yesus Lebih Rendah dari Allah


Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.

Dari pembahasan kita di atas telah kita buktikan bahwa sebagai Firman Allah yang berada satu di dalam diri Allah yang Esa dan memiliki dzat-hakekat ke-Ilahi-an yang satu dan yang sama di dalam diri Allah yang satu itu, maka dalam hakekat keilahianNya yang kekal Yesus Kristus adalah “setara dengan Allah” sebagaimana yang dikatakan :

”…Yesus Kristus, yang walaupun DALAM RUPA ALLAH, tidak menganggap ke-SETARA-an DENGAN ALLAH itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan MENGAMBIL RUPA SEORANG HAMBA…” (Fil 2:5-7)

 Ayat – ayat ini menjelaskan bahwa Yesus Kristus adalah “setara dengan Allah”, yaitu dalam keberadaanNya sebagai “rupa Allah” atau “Gambar Allah”, yaitu Firman Allah yang kekal. Namun dalam keberadaan “mengosongkan diriNya” ia telah “mengambil rupa seorang Hamba” berarti Ia adalah Hamba Allah. Sebagai “Hamba Allah” tentunya Ia tidak setara dengan Allah, lebih rendah dari Allah, dan adalah makhluk ciptaan Allah. Karena itulah dalam Kitab Suci di samping terdapat ayat-ayat yang menunjukkan ke-setara-an Yesus Kristus dengan Allah, dan berbeda satu di dalam diri Allah itu, terdapat juga ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Ia sama sekali berbeda dari Allah, lebih rendah dari Allah dan adalah makhluk Allah.
Para polemikus biasanya menggunakan ayat-ayat jenis kedua ini untuk membuktikan bahwa Yesus Kristus hanya sekedar Rasul dan manusia biasa saja, dalam polemiknya menentang keyakinan Kriten Orthodox akan ke-Ilahian-a Yesus Kristus. Sedangkan kaum Saksi Yehuwa juga menggunakan ayat-ayat yang sama untuk membuktikan bahwa Yesus Kristus meskipun telah ada sebelum dunia dijadikan namun Ia hanya sekedar makhluk pertama yang ciptakan Allah untuk membantu Allah Yehuwa dalam menciptakan makhluk-makhluk yang lain. Ayat-ayat yang dimaksud adalah sebagai berikut :

“…Engkau (Bapa) satu-satuNya Allah yang benar, dan…Yesus Kristus yang telah Engkau utus…oleh sebab itu ya Bapa, permuliakan Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Ku-miliki dihadiratMu sebelum dunia ada” (Yoh 17: 3,5)

Baik pengikut Saksi Yehuwa maupun polemikus Islam, sering mengutip Yohanes 17:3 untuk membuktikan bahwa Yesus itu tak lebih dari seorang utusan(Rasul) dari Allah yang Esa. Bagi pengikut Saksi Yehuwa Ia hanyalah penjelmaan ciptaan pertama yang sudah ada sebelum dunia dijadikan. Bagi kaum muslimin, ini bukti bahwa Yesus adalah manusia yang diutus Allah, tak lebih dari itu. Tanpa menyangkal bahwa Yesus memang utusan Allah dan bahkan “Rasul..yang kita akui”(Ibr 3:1), kita harus melihat ayat ini dengan kaitannya dengan Yohanes 17:5 sebagai konteksnya. Dalam Yohanes 17:5, Yesus mengatakan bahwa Ia telah memiliki kemuliaan di hadirat Allah sebelum dunia dijadikan. Pengakuan Yesus dalam doanya itu telah menggugurkan tafsiran bahwa Yesus hanya sekedar manusia biasa itu tak lebih dari itu. Sebab manusia biasa tak mungkin sudah ada sebelum dunia dijadikan. Namun itu belum menjawab sanggahan Saksi Yehuwah, sebab mereka juga percaya bahwa Yesus memang sudah ada sebelum dunia dijadikan, sebagai makhluk pertama yang membantu Allah dalam menciptakan. Faham ini tersanggah oleh Yesaya 44:24 yang mengatakan bahwa Allah hanya seorang diri dan tanpa pendamping ketika menciptakan dunia. Juga faham ini tersanggah oleh ajaran “Tauhid Rububiyah” yaitu bahwa Allah sendirian saja dalam memiliki kuasa dan menciptakan dunia.
Kalau demikian di mana Yesus sebelum dunia dijadikan itu dalam “hadirat” Allah itu ?. Yohanes 8:42, menegaskan “…AKU KELUAR…dari Allah…Yesus menyatakan diri “keluar dari Allah”, sebelumnya Ia berada dalam Diri Allah (“hadirat”) Allah, itu bukan wujud jasadNya yang keluar dari rahim Maryam itu, namun dalam keberadaan “ruh/ghoib” sebelum menjadi manusia. Jika Ia berada di dalam diri Allah, berarti Ia satu dalam dzat-hakekat Allah. Sebagai apa Yesus dalam keberadaan non-manusiawi itu berada dalam diri Allah ?. Sebagai hypostasis yang melaluiNya Allah menciptakan dunia ini (Ibrani 1:2-3). Padahal Allah menciptakan dunia ini melalui “Firman” (Yohanes 1:1-3, Kejadian 1, Mazmur 33:6), berarti Ia berada dalam diri Allah sebagai “Firman Allah” yang melekat dan berada satu di dalam dzat hakekat Allah yang satu itu. Dalam arti ini “Firman” memang menjadi “asal-usul dari segenap ciptaan Allah” atau sebagai “awal mula dari ciptaan Allah” atau sebagai “permulaan (mula-asalnya) dari ciptaan Allah” (Wahyu 3:12). Jadi Yesus bukan “permulaan dari ciptaan Allah” sebagai “ciptaan Allah yang pertama sekali” seperti yang ditafsirkan kaum Saksi Yehuwah, namun sebagai “permulaan asal dari segenap ciptaan Allah”, sumber asalnya dari mana ciptaan Allah itu dijadikan oleh Allah. Dengan demikian ke-Esa-an Allah tak terlanggar, seperti yang dilakukan oleh Saksi-saksi Yehuwah, dan ke-Ilahi-an Yesus dan kesatuanNya dalam dzat hakekat Allah sebagai “Kalimatullah” tidak disangkal, seperti yang dilakukan baik oleh polemikus Islam maupun oleh saksi-saksi Yehuwa. Dan karena “Firman itu telah menjadi manusia” (Yoh 1:1), maka Ia telah hadir ke dunia, dan turun dari sorga (Yoh 6:38), dan turunNya dari sorga serta menjelma menjadi manusia ini adalah kehendak Allah, berarti Yesus memang diutus Allah untuk turun dari sorga ke bumi sebagai “Firman yang menjadi manusia”. Jadi memang Yesus adalah “Utusan Allah”, atau “Firman yang diutus kebumi oleh Allah”. Dengan demikian tidak ada kontrakdisi antara ke-Ilahi-an Yesus sebagai Firman yang menjelma, dengan keberadaanNya sebagai “utusan” itu. Maka utusan disini bukan hanya sekedar Rasul yang diangkat Allah untuk menyebarkan Firman Allah saja, namun Ia adalah memang Firman itu yang diutus turun ke bumi, tanpa meninggalkan kesatuanNya dengan Allah :

“Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari siapapun (berarti termasuk yesus Kristus sendiri)…Aku dan bapa adalah satu….Engkau, sekalipun seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah” (Yohanes 10:30-31)

“…Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku” (Yohanes 14:28)

Kedua ayat diatas menegaskan bahwa “Bapa” (Allah), lebih besar dari Yesus. Dengan demikian Yesus tidak sama dengan Allah, maka Yesus adalah sekedar makhluk saja: entahlah itu makhluk pertama yang membantu Allah mencipta dunia seperti ajaran saksi Yehuwah, ataukah hanya sekedar manusia biasa yang diangkat menjadi rasul seperti yang ditekankan oleh Islam. Pernyataan Yesus ini tidak boleh dikutip secarah terpisah dari konteksnya. Dalam Yohanes 10:29 ketika Yesus menyatahkan bahwa “Bapa lebih besar dari siapapun” termasuk dirNya itu, : ditegaskan lagi bahwa “Aku dan Bapa adala satu”, yang reaksi orang Yahudi langsung jelas mengerti bahwa Yesus “menyamakan diri dengan Allah” . Jikalau dalam konteksnya Yesus jelas dimengerti sebagai menyamakan diri dengan Allah, karena pernyataanNya akan satuNya dengan Allah itu, mengapa Ia mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari diriNya ?

Jawabannya ada dua :

1. Dari titik pandang kekal, dimana hypostasis Bapa memang menjadi sumber dari asal FirmanNya sendiri. Artinya “Firman Allah” itu dikeluarkan /diperanakkan dari Allah, dan Firman itu ada karena Allah itu ada. Dalam arti inilah Allah dapat dikatakan sebagai kepala Kristus, karena Allah adalah sumber dan asal-usul dari keberadaan FirmanNya sendiri : “…Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan adalah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah” (I Kor 11:3). Sebagai hypostasis yang dari padaNya Firman itu berasal sejak kekal abadi, dengan demikian Allah adalah Kepala dari Firman ini, maka dalam makna ini saja dapat dikatakan Bapa lebih besar dari Anak. Namun dalam dzat-hakekat keIlahian, tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil antara Allah dan FirmanNya, antara Bapa dan Anak…sebab Firman Allah berada dalam dzat hakekat Allah yang satu dan yang sama, -serta tak ada duanya-, yang berada didalam diri allah yang Esa itu. Maka Bapa tidak lebih Allah dari pada Firman. “Kepenuhan Allah” yang ada pada Bapa itu sepenuhnya bersemayam dalam Anak (Kol 1:19-2:9), karena Anak berada satu dalam diri Bapa. Jadi tidak ada “Allah kedua”, tidak pula ada “Allah Yehuwah” dan “allah” Ciptaan Pertama, atau “seorang allah” sebagai ciptaan yang dijadikan lebih dahulu, seperti ajaran saksi Yehuwah. Ajaran saksi Yehuwah ini adalah ajaran berhala, dan politheisme (musyrik) pada dasarnya.


2. Dari titik pandang Inkarnasi (“Firman itu menjadi manusia”). Sebagai yang telah mengambil “Rupa Hamba”, Yesus jelas lebih rendah dari Allah, jadi Allah memang lebih besar dari Yesus, dari titik pandang karya Inkarnasi ini. Dengan demikian dalam arti ini Allah memang AllahNya Yesus Kristus; “Kata Yesus kepadanya:”..Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu. AllahKu dan Allahmu” (Yohanes 20:17, Wahyu 3:12). Dan dalam arti sebagai Hamba Allah ini Ia dapat mengatakan : “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak ada seorang pun tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja” (Markus 13:32). Meskipun ini tak berarti bahwa dalam ke-Ilahi-an Nya sebagai Firman Allah yang kekal Ia tak tahu kapan datangnya kiamat. Sebab jikalau Ia mengetahui tanda-tanda akan datangNya kiamat, dan tanda – tanda akan kedatanganNya yang kedua kali, serta apa yang akan terjadi menjelang kiamat dan kedatanganNya yang begitu rinci dan mendalam itu, apakah sulitnya Ia untuk mengetahui kapan datangnya Hari itu (Matius 24). Perkataan diatas hanya diucapkan untuk memuliakan Sang Bapa, karena untuk tujuan itu Ia datang kedalam dunia. Dan karena Inkarnasi Kristus akan bersifat kekal, maka dari sini kodrat kemanusiaanNya ini maka di Hari Kiamat nanti :”…Anak akan menakhlukkan diriNya sendiri dibawah Dia, yang telah menakhlukkan sesuatu dibawahNya, supaya Allah menjadi semua didalam semua” (I Kor 15:29). Dan semua ayat manapun dalam seluruh Alkitab yang menunjukkan seolah-olah Yesus itu berbeda dan lebih rendah dari Allah, harus dilihat dari dua titik pandang ini. Entahlah dalam titik pandang kekal, sebagai “hypostasis Firman yang diperanakkan oleh Bapa” dimana Allah itu menjadi sumber dan asal-usulNya. Ataukah dari titik pandang Inkarnasi, dimana sebagai yang telah mengambil “Rupa Hamba” Ia memang makhluk Allah dan tidak sama serta lebih rendah dari Allah. Namun dalam keberadaanNya sebagai “Firman Allah” (Yoh 1:1), “Gambar Allah” (Kol 1:15, Ibr 1:3). “Rupa Allah” (Fil 2:5-6), “Anak Allah Yang Tunggal” (Yoh 1:18), Ia itu “setara dengan Allah” artinya melekat satu di dalam diri Allah, yang memiliki dzat-hakekat keilahian yang identik satu dan sama di dalam diri allah itu. Jadi semua mukjizat-mukjizat Yesus itu bukan “penyebab” Ia dianggap dan diper-Ilah sebagai Allah oleh orang Kristen Orthodox, namun justru sebaliknya, mukjizat-mukjizat itu bukti ke-Ilahi-anNya. Para polemikus sering mempermasalahkan bahwa jika Adam lahir tanpa Bapak-Ibu padahal Yesus lahir tanpa bapa saja mengapa Adam tidak dianggap Tuhan ? Jika Musa berbuat mukjizat dan Yesus juga berbuat mukjizat mengapa Musa tidak dianggap Tuhan, Jika Elia naik ke sorga dan Yesus naik ke sorga mengapa Elia tidak dianggap Tuhan ? dan pertanyaan lain yang senada dengan itu. 


Jawabannya :
1. Jika masalah mukjizat yang dijadikan acuan: tak satupun dari Nabi-Nabi yang disebutkan tadi dapat melakukan mukjizat seperti Yesus: Adam lahir tanpa bapak ibu, namun tak berbuat mukjizat, Musa dan Elia berbuat mukjizat , namun mereka tidak bangkit dari antara orang mati, dan tidak dilahirkan tanpa bapak-ibu, masing-masing ini hanya melakukan mukjizat-mukjizat sebagaian saja, sedangkan tak satupun yang dapat mengalahkan mukjizat Yesus. Lahirnya secara mukjizat, pelayanannya selurunya bersifat mukjizat, dan naik ke sorgaNya diberi segalah kuasa disorga dan diatas bumi. Tak seorang Nabipun yang memiliki syarat-syarat mukjijat seperti ini. Ini disebabkan para Nabi itu memang bukan Tuhan karena umat Kristen Orthodox mengakui Yesus sebagai Tuhan bukan disebabkan oleh “mukjizat-mukjizat” itu. Mukjizat-mukjizat Yesus bukti keberadaan kekalNya sebagai “Firman Allah” jadi bukan –“penyebab”- . Ia diangkat menjadi Tuhan.

2. Dari pengakuan-pengakuan Yesus sendiri. Ia mengakui sudah ada sebelum dunia dijadikan (Yohanes 17:5,24, 8: 56-58), Ia menyatakan sudah berada di hadirat Allah sebelum dunia dijadikan (Yohanes 17:5), Ia menyatakan “keluar dari Allah” (Yohanes 8:42), Ia menyatakan diri telah turun dari sorga (Yohanes 6:38), Ia menyatakan diri bukan berasal dari dunia ini (Yohanes 17:15) dan masih banyak lagi. Tak seorang Nabipun yang mengaku demikian ini. Dan pengakuan – pengakuan tadi dibuktikan oleh mukjizat-mukjizat tadi, yang berpuncak pada mukjizat kebangkitanNya dari antara orang mati. Tak ada seorang pun bangkit dari maut dan hidup terus, apalagi bangkit dari kekuatan kuasaNya sendiri seperti yang dilakukan Yesus (Yohanes 10:17-18). Peristiwa-peristiwa orang yang dihidupkan dari kematian baik oleh Nabi Elia, Elisa, maupun oleh Yesus Kristus itu hanya bersifat sementara, dan akhirnya orang itu mati lagi, jadi tak dapat disamakan dengan kebangkitan Yesus Kristus ke sorga. Karena mereka tidak bangkit dari kematian, namun hanya sekedar diangkat ke sorga, untuk natinya turun lagi kebumi agar mengalami kematian di tangan Anti-Kristus (Maleakhi 4:5-6, Wahyu 11:3-12), lalu dibangkitkan oleh kuasa Allah, naik ke sorga. Jadi prosesnya sama dengan manusia lain yang akan dibangkitkan diakhir jaman nanti, namun berbeda dengan kenaikan Yesus ke sorga yang diangkat dalam kemuliaan, diberikan segala kuasa baik di sorga maupun di bumi, serta yang duduk disebelah kanan Allah. Semua “kelemahan-kelemahan” Yesus: sebagai bayi kecil yang lemah, merasa lapar, merasa haus, bersedih, takut, berteriak “Eli, Eli Lama Sabakhtani” ketika disalibkan, mengalami kematian, dan segenap cirri-ciri kemanusiaan yang lain, adalah bukti bahwa Yesus benar-benar manusia sejati. Jika ia tidak memiliki itu semua Ia justru bukan manusia, dan ini bertentangan dengan ajaran Alkitab bahwa Firman itu “TELAH MENJADI MANUSIA” (Yohanes), dan bahwa: “…DALAM SEGALAH HAL IA HARUS DISAMAKAN DENGAN SAUDARA-SAUDARANYA (Manusia)..” (Ibr 2:17). Data-data “kelemahan-kelemahan” Yesus secara manusia itu adalah bukti kebenaran Alkitab yang menyatakan bahwa dalam segalah hal Yesus sama dengan manusia. Dan sering data-data kemanusiaan ini yang digunakan oleh para polemikus Islam untuk menyangkal ke-Ilahi-an Yesus. Kita juga akan menyangkal ke-Ilahi-an Yesus dari data kemanusiaan itu, karena Iman kita mengatakan yang manusia dalam Yesus itu tak berbaur dengan yang ilahi. Yang Ilahi adalah inti pribadi terdalam dari manusia Yesus yang adalah “Firman Allah” (yang meskipun sedang nuzul sebagai manusia, pada saat yang bersamaan tetap hadir satu dalam dzat hakekat Allah), dan itulah yang kita sembah, bukan makhluk manusiaNya. Kita tak menyembah makhluk namun menyembah Allah dalam FirmanNya. Dalam jubah “daging kemanusiaanNya” itu pandangan Iman orang Kristen Orthodox tidak hanya berhenti disitu saja, namun dapat menembus jauh kedalam, yaitu melihat Firman yang menjadi inti pribadi Yesus sebagai Firman Allah. KemanusiaanNya adalah jubah ke-ilahi-anNya dalam nuzulnya atau turunNya serta penampakanNya kepada manusia. Kita tidak menyembah jubahNya, namun inti pribadi yang ada di dalam jubah itu, yaitu “Firman Allah”, namun karena jubah itu tak dapat dilepaskan dari Sang Pemakai Jubah, maka penyembahan kita harus melalui dan melewati jubah itu untuk sampai kepada Sang Pemakai Jubah itu, yaitu Firman Allah sendiri, karena Ia berada dalam jubah itu, dan tak terpisah dari Jubah itu, karena jubah itu berwujud suatu kemanusiaan yang hidup dan berakal-pikiran secara sempurna. Itulah sebabnya mukjizat-mukjizat Yesus memang tak dapat disamakan dengan mukjizat siapapun dari antara para Nabi, maka jelas tak mungkin seorang Kristen Orthodox dapat mengakui siapapun diantara para Nabi sebagai Tuhan dikarenakan mukjizat-mukjizat mereka, karena mereka memang bukan Allah. Sedangkan Yesus menyatakan diri sebagai Tuhan (Yohanes 13:13), karena Ia memang adalah Firman Allah yang adalah “Allah” (Yohanes 1:1).