Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.
Pengantar : Landasan Pemahaman Berdasarkan Pengakuan Iman Nicea
Mengenai keberadaan Allah Yang Esa itu Pengakuan Iman Nicea
selanjutnya mengatakan bahwa Allah yang hanya satu dan diberi gelar “Sang Bapa
Yang Mahakuasa” ini memiliki keradaan yang sangat unik, karena di dalam
kesatuan diriNya itu memilki “Anak Tunggal” yang bukan berasal dari luar kodrat
Allah “Yang diperanakan dari Sang Bapa” bukan dengan suatu permulaan waktu
tetapi “sebelum segala zaman” yaitu dari dalam kekekalan. Berarti dalam
kekekalan itulah Allah ini dalam kodratnya sendiri “memperanakkan Anak Tunggal”
sebagai pancaran atau pantulan diriNya sendiri yang adalah terang (Nur) itu.
Sehingga Anak Tunggal Allah yang berada kekal dalam kodrat Allah ini disebut
“Terang Yang Keluar Dari Terang”.
Sebagai pancaran dari Nur yang adalah Allah,
maka jelas yang terpancar atau terpantul berwujud Nur pula. Karena ada satu Allah yang bersifat Nur, maka
Allah nyang Satu ini pastilah Allah yang sejati. Pancaran Diri Allah yang
sejati yang berasal dari Kodrat DiriNya yang berwujud “Nur yang keluar dari Nur
(allah)” ini, jelaslah memiliki sifat yang sama dengan Allah yaitu “Allah
Sejati yang keluar dari Allah sejati”. Dengan demikian pancaran Nur Ilahi yang
berkodrat Allah sejati itu bukan makhluk, yaitu Dia “bukan diciptakan” namun
“diperanakkan” yaitu dikeluarkan secara kodrati dari kodrat Ilahi sendiri di
dalam kekekalan, sehingga kodratNya sama dengan asal-usulNya : Allah yang Esa.
Berarti Nur yang keluar dari Nur ini berada dalam “Satu dzat-hakekat dengan
Sang Bapa” karena Allah itu memang hanya satu yang “Dzat – hakekatNya” satu
pula.
Mengikuti rincian makna Pengakuan Iman ini kita melihat sekarang bahwa
yang disebut “Anak Allah” ini bukan makna kata jasmaniah. Sebab meskipun ada
kata-kata “diperanakkan” dan “Anak Tunggal”, tetapi kita tak menjumpai kata
“Ibu” atau yang “Wanita pengandung Anak Allah”. Tak pula kita jumpai kata kapan
saat Anak Allah itu dilahirkan. Dia diperanakan di luar waktu, “sebelum segala
zaman”, berarti dia diperanakkan terus-menerus di dalam dzat-hakekat Allah yang
satu itu. Karena arti “memperanakkan” di sini adalah mengeluarkan, atau juga
memantulkan, berarti Allah selalu memantulkan Cahaya DiriNya dalam DiriNya
sejak kekal, dan itulah makana diperanakkan itu.
Siapakah yang disebut Anak
Allah yang berasal dalam diri Allah Yang Esa ini ? Dijelaskan oleh Pengakuan
Iman itu “Yang MelaluiNya segala sesuatu diciptakan”. Dan kita tahu menurut
Alkitab bahwa Allah menciptakan segalah sesuatu melalui “FirmanNya” atau
“SabdaNya”. Jika demikian jelas yang dimaksud Anak Tunggal di sini bukan
makhluk atau ciptaan yang diadakan oleh Allah, namun Ia adalah Firman Allah
yang kekal, yang melaluiNya Allah mengadakan sekalian makhluk atau segenap
ciptaan.
Itulah sebabnya Ia satu dzat-hakekat dengan Allah, dan memiliki sifat
Ilahi, dan keluarNya dari Allah sendiri, karena Ia berada satu di dalam Allah
Yang Esa itu sendiri. Karena Allah yang Esa itu disapa dengan gelar kias sebagai
“Bapa”, maka “Firman Allah” yang berasal dari kandungan dzat Allah dan yang
keluar dari Allah yang Esa itu disebut dengan gelar kias “Anak”. Karena
Allah itu Esa, maka FirmanNya juga hanya ada satu saja. Padahal Firman Allah ini
diberi gelar kias sebagai “Anak”, maka jelas Firman yang hanya satu itu,
disebut dengan gelar kias “Anak Tunggal Allah”, karena Allah memang tak
beranak maupun diperanakkan dalam pengertian jasmani yang kita kenal.
Firman
Allah yang kekal itu disebut “Anak Yang Tunggal” (“Firman itu…sebagai Anak
Tunggal Bapa…”),(Yohanes 1:14), serta “Anak Tunggal Allah/Bapa” yaitu Firman
Yang Kekal itu dinyatakan sebagai yang “ada di pangkuan Sang Bapa” (Yoh 1:18),
dan “Pangkuan Bapa” adalah “Dzat-Hakekat Bapa/Allah”. Dengan demikian Firman Allah
yang dikiaskan sebagai “Anak Tunggal Allah” itu memang berada dalam “Dzat
Hakekat Allah” yang Esa itu.
Sedangkan mengenai Roh Allah yang kekal dikatakan :
”…Roh…menyelidiki…hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah …yang tahu, apa
yang terdapat dalam diri manusia, …roh manusia itu sendiri yang ada didalam
dia…yang tahu, apa yang terdapat diri Allah…Roh Allah” (I Kor 2:10-11).
Roh
Allah berada dalam diri Allah, sebagaimana roh manusia ada dalam diri manusia.
Firman Allah ada di”pangkuan Bapa” yaitu dalam hakekat Bapa yang satu. Dengan
demikian dalam dzat-hakekat Allah yang Esa itu berdiamlah FirmanNya yang kekal
dan RohNya yang kekal. Sehingga hanya Allah Yang Esa (Bapa) itu sendiri,
beserta Firman serta RohNya uang ada di dalam Diri dan Dzat-HakekatNya Yang Esa
itu saja yang mengerti dzat-hakekat dai pada Allah tersebut.
Allah yang Esa ini juga
memiliki Roh Kudus, yaitu Roh yang “Keluar dari Sang Bapa”, yang berarti Roh
ini asalnya juga dari Sang Bapa (Allah Yang Esa) itu dan berdiam di dalam Diri
Allah Yang Esa itu. Dengan demikian Allah yang Esa itu merupakan pokok dan
sumber yang dariNya Anak Tunggal Allah (“Firman Allah yang hanya satu-satuNya”)
diperanakkan sejak kekal (“Diperanakkan dari Sang Bapa”) dan dariNya pula Roh
Kudus itu dikeluarkan dari kekal (“Keluar dari Sang Bapa”).
Melalui Anak
Tunggal (“FirmanNya yang hanya Satu”) ini Allah menciptakan (Allah…Pencipta…)
segalah sesuatu (“yang melaluiNya segala sesuatu diciptakan”). Padahal dalam
Kitab Suci yang menjadi sarana penciptaan dalam diri Allah adalah “Firman
Allah” berarti yang dimaksud dengan Anak Allah itu, sebagaimana yang telah kita
katakana di atas, tak lain adalah “Firman Allah” sendiri. Itulah sebabnya Ia
satu dalam dzat-hakekat Allah. Tetapi dalam memberikan hidup dan kehidupan
kepada segala sesuatu yang telah diciptakan melalui “Firman”Nya yaitu “Anak
Tunggal”Nya itu Allah menggunakan RohNya yang disebut Roh Kudus (“Roh
Kudus…Sang Pemberi Hidup…”). Demikianlah maka Roh Kudus sebagaimana Anak Allah
yang melaluiNya Allah menciptakan segala sesuatu itu, menjadi “Tuhan”
(Penguasa) bagi segenap makhluk. Maka jelaslah Allah itu memang satu, sehingga
Roh Kudus itu “bersama Sang Bapa” artinya dari dalam hakekat Allahlah Roh Allah
berasal, “dan Sang Putra” karena Anak Allah yang adalah “Firman Allah”
beradanya dalam Dzat hakekat Allah yang Esa bersama dengan Roh Allah sendiri,
“disembah dan dimuliakan”. Demikianlah penyembahan umat Kristen Orthodox
kepada Allah Yang Esa itu penyembahan yang bersifat hidup dan intim, karena dia
menyembah Allah melalui Firman Allah yang menghantar manusia kepada Allah, dan
melalui Roh Allah yang memberikan terang dan hidup untuk menyatu dengan Allah
yang Esa itu. Dan fakta keberadaan Allah yang Esa yang demikian inilah yang
dalam Theologia Orthodox disebut sebagai “Tritunggal Mahakudus”.
Dengan demikian dalam Iman Kristen Orthodox Roh Kudus bukanlah nama Malaikat
Jibril namun Roh Allah sendiri. Malaikat Jibril adalah ciptaan dari Roh Kudus ini
juga, sebab malaikat Jibril itu diberi hidup oleh Allah melalui RohNya ini juga
sebagaimana makhluk-makhluk lainnya. Karena Allah itu Esa, yaitu Bapa tadi,
maka haruslah memang FirmanNya (Anak) itu berasal dari dan berdiam di dalam
Allah yang Esa yaitu Bapa ini, demikian pulah RohNya pun harus keluar dari dan
berdiam dalam Bapa yang Esa ini, dengan demikian Keesaan Allah terjaga. Karena
Allah itu memang Satu, Esa, tiada
tandingan atau sekutu bagiNya. Jadi Tritunggal Maha Kudus adalah Allah yang Esa
(Sang Bapa) yang memiliki dalam dzat-hakekatnya yang Esa Firman yang kekal
(Anak) dan Roh yang kekal (Roh Kudus) yang berada dan melekat satu di dalam
DiriNya yang Esa itu.
Jadi istilah “Tritunggal Maha Kudus” itu bukan berbicara
mengenai jumlah Allah, namun mengenai keberadaan di dalam diri Allah yang Esa
tadi tiada terbilang dan satu tiada bandingan itu. Iman Kristen Orthodox tidak
percaya adanya Allah yang lebih dari satu karena Allah itu Esa menurut Alkitab.
Jadi Tritunggal bukan “Tiga” IlaH seperti yang dikatakan dalam An-Nissa 171 :”Hai
ahlil Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu…..dan janganlah kamu
katakana : Tuhan itu tiga….”. Tritunggal bukanlah “Tiga Tuhan yang
terpisah-pisah” atau “Tiga Tuhan yang digabungkan” atau “Tiga Tuhan yang dipersatukan”,
namun itu adalah sebutan bagi Allah Yang Esa itu sendiri yang dalam dzatNya
memiliki Kalimat dan Ruh yang kekal tanpa awal maupun akhir. Bukan pula Allah
dalam pemahaman Tritunggal itu sebagai “yang ketiga daripada yang tiga” seperti
yang dikatakan dalam Al-Maidah 72 karena Allah itu hanya satu-satuNya dan yang
pertama dalam DiriNya yang Esa yang memiliki Kalimat dan Ruh kekal itu. Serta
lebih bukan lagi jika Allah itu adalah “Isa dan Ibunya” sebagai tuhan-tuhan /ilah-ilah “di samping
Allah” seperti yang dikatakan dalam Al-Maidah 116, sebab Tritunggal itu bukan
terdiri dari unsur-unsur, namun Dzat Azali dari Allah sendiri yang memiliki
Kalimat dan Roh yang kekal itu. Maryam tak perna disebut sebagai isterinya
Allah, sebagai tandingan atau pasangan dari Allah Bapa. Jika sampai ada
pemikiran yang demikian jelaslah itu pemikiran yang amat sesat, dusta dan
terkutuk. Maryam adalah “hamba Allah” (Lukas 1:38), sama seperti “Isa”pun
adalah “Hamba Allah” dalam penjelmaan sebagai manusia (Filipi 2:5-7).