Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.
Karena dzat hakekat Allah adalah misteri maka kategori yang kita kenakan pada makhluk tak akan berlaku bagi Allah. Itulah sebabnya di dalam Iman Kristen Orthodox terdapat suatu pendekatan theologies yang disebut pendekatan “pem-bukan-an” atau pendekatan “apophatika” didalam membicarakan keberadaan Allah itu.
Artinya kita tidak bisa mengatakan mengenai dzat hakekat Allah itu secara pasti begini atau begitu, sebab kategori dan bahasa yang kita gunakan untuk mengatakan dzat hakekat Allah yang sebenarnya itu, berasal dari apa yang kita dapatkan dan kita alami di dalam dunia ini, padahal Allah bukan dari dunia, bukan makhluk (ciptaan), serta mengatasi segala ciptaanNya.
Karena dzat hakekat Allah adalah misteri maka kategori yang kita kenakan pada makhluk tak akan berlaku bagi Allah. Itulah sebabnya di dalam Iman Kristen Orthodox terdapat suatu pendekatan theologies yang disebut pendekatan “pem-bukan-an” atau pendekatan “apophatika” didalam membicarakan keberadaan Allah itu.
Artinya kita tidak bisa mengatakan mengenai dzat hakekat Allah itu secara pasti begini atau begitu, sebab kategori dan bahasa yang kita gunakan untuk mengatakan dzat hakekat Allah yang sebenarnya itu, berasal dari apa yang kita dapatkan dan kita alami di dalam dunia ini, padahal Allah bukan dari dunia, bukan makhluk (ciptaan), serta mengatasi segala ciptaanNya.
Dengan demikian apa-apa yang kita sifatkan kepada Allah terutama mengenai dzat hakekatNya itu tidak akan persis sama keberadaannya dengan apa yang sebenarnya ada pada Allah. Karena Allah itu lebih tinggi dan lebih mulia dibanding dengan sebutan atau segalah istilah yang kita tahu dalam dunia ini. Saehingga jika dalam alam makhluk itu ada jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan juga bukan banci dan Ia bukan keadaan yang dibatasi oleh jenis kelamin itu. Pada pokoknya apa yang ada didalam sifat alam mitu kita tidak dapat mempergunakan kepada sifat Allah. Oleh karena itu segala sesuatu yangada didalam alam ciptaan ini kala ia hendak kita kenakan kepada Allah itu haruslah kita tambahai “bukan”. Inilah yang disebut Theologi “Pem’bukan’an”.
Jadi Allah itu bukan kuning, bukan putih, bukan besar, bukan kecil, bukan tua, bukan muda, dan lain-lain. Sifat-sifat dari hakekat Allah itu tidak mungkin kita katakana secara bahasa positif karena dari kekal azali sampai kekal abadi dzat hakekat Allah itu akan tetap demikian dan tetap akan menjadi rahasia bagi manusia. Karena Allah itu dalam hakekatNya bersifat misteri, maka aqidah Iman Kristen Orthodox menegaskan bahwa pendekatan yang harus dilakukan dalam membahas kodrat serta dzat hakekat Allah yang tak terselami dan tak terselidiki harusl;ah dengan pendekatan “via negative” atau “apopathic approach” yaitu “pendekatan pem-bukan-an” yang kita sebut di atas tadi. Artinya kita hanya dapat berbicara mengenai “yang bukan” dari dzat hakekat Allah itu, sebab apa yang sebenarnya dari dzatullah itu sungguh kita sama sekali tak mengertinya. Misalnya : Allah itu bukan laki-laki, bukan perempuan, dan bukan banci-jadi Allah itu adalah Allah; Allah itu bukan seperti malaikat, bukan seperti manusia, bukan seperti binatang, bukan seperti tumbuh-tumbuhan daqn bukan seperti fenomena tercipta apapun-jadi Allah itu adalah seperti DiriNya sendiri; Allah itu bukan tempat (bukan maqam), bukan waktu (bukan zaman), jadi Allah itu adalah DiriNya sendiri dan seterusnya. Dengan demikian kita tidak salah dan berdosa mensifatkan secara jasad atau yang mirip dengan makhluk mengenai Allah, yang pasti hal itu tidak akan tepat dengan realita dzatullah (essensi ilahi) itu sendiri. Sebab jika kita salah mensifatkan bisa jadi malahan kita menghujat dan bukan meluhurkan Allah Yang Maha Kudus itu. Begitu pula dengan pendekatan pem-bukan-an (via negative, apopathic approach) ini kita tidak akan terjebak dalam usaha menurunkan Allah dalam derajad makhluk melalui pensifatan dengan katogori-katogori manusia dengan sifat-sifat manusia yang tidak layak bagi essensi dan hakakat Allah yang Maha Agung itu. Selanjutnya melalui membiarkan Allah sebagai mana adanya akan mengangkat kita masuk dan tenggelam dalam misteri Ilahi itu sendiri serta mengangkat kita dari keterbatassan kemakhlukan kita untuk menyelam ketidak terbatasan Ilahi, sehingga kita dilepaskan dari ikatan-ikatan yang mempersempit pandangan kita akan realita, untuk memperluas diri dalam keluasan dzatullah (essensi ilahi) yang tak terbatas itu.
Maka Pendekatan Pem”bukan”an atau Theologi Apopathika adalah suatu pendekatan yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah dari sisi “bukan”Nya daripada “ya”Nya. Dengan mendekati Allah secara Pem”bukan”an ini kita dihindarkan dari kesalahan untuk mereka-reka Allah menurut apa yang kita mengerti dengan akal kita. Karena Allah yang dapat kita mengerti dengan akal kita, berarti bukan Allah. Mengkhyalkan Allah menurut sifat-sifat yang kita ada-adakan bagi Dia itu adalah suatu “Dewa” ciptaan dari pikiran kita. Karena Allah itu yang menciptakan pikiran kita, menciptakan anganm-angan kita, menciptakan pengertian kita, oleh karena itu Dia harus lebih tinggi dari pada apa yang dapt kita mengerti.
Gereja Barat terbiasa mendekati Allah itu dengan pendekatan “via positive” atau “pendekatan alternative” yaitu “cataphatic approach”. Artinya secara akademis filosopfis mereka memberikan katagori kepada Allah berdasarkan analisa-analisa akali dari kumpulan data-data yang dibahas secara filsafati. Sehingga pendekatan lebih bersifat analis rasionalitis dari pada sifat mistik (rohani). Tempat misteri banyak dikorbankan deemi menekankan yang rasianalitis. Sedangkan Gereja Orthodox meskipun menekankan pengertian yang masuk akal dan logis namun masih membuka lebar bagi misteri ilahi, sehingga pendekatan apopathic itulah yang dilaluinya. Meskipun juga bahasa-bahasa positif mengenai Allah dalam Gereja Orthodox, namun harus tetap disadari itu hanya symbol saja dari realita sebenarnya, yang pada hakekatnya tak kita ketahui.
Jadi dalam pembicaraan kita tentang dzat/hakekat/essensi Allah yang dalam bahasa Yunani disebut sebagai “ousia” hanya misteri yang tak terpecahkan yang kita jumpai.
Maka Pendekatan Pem”bukan”an atau Theologi Apopathika adalah suatu pendekatan yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah dari sisi “bukan”Nya daripada “ya”Nya. Dengan mendekati Allah secara Pem”bukan”an ini kita dihindarkan dari kesalahan untuk mereka-reka Allah menurut apa yang kita mengerti dengan akal kita. Karena Allah yang dapat kita mengerti dengan akal kita, berarti bukan Allah. Mengkhyalkan Allah menurut sifat-sifat yang kita ada-adakan bagi Dia itu adalah suatu “Dewa” ciptaan dari pikiran kita. Karena Allah itu yang menciptakan pikiran kita, menciptakan anganm-angan kita, menciptakan pengertian kita, oleh karena itu Dia harus lebih tinggi dari pada apa yang dapt kita mengerti.
Gereja Barat terbiasa mendekati Allah itu dengan pendekatan “via positive” atau “pendekatan alternative” yaitu “cataphatic approach”. Artinya secara akademis filosopfis mereka memberikan katagori kepada Allah berdasarkan analisa-analisa akali dari kumpulan data-data yang dibahas secara filsafati. Sehingga pendekatan lebih bersifat analis rasionalitis dari pada sifat mistik (rohani). Tempat misteri banyak dikorbankan deemi menekankan yang rasianalitis. Sedangkan Gereja Orthodox meskipun menekankan pengertian yang masuk akal dan logis namun masih membuka lebar bagi misteri ilahi, sehingga pendekatan apopathic itulah yang dilaluinya. Meskipun juga bahasa-bahasa positif mengenai Allah dalam Gereja Orthodox, namun harus tetap disadari itu hanya symbol saja dari realita sebenarnya, yang pada hakekatnya tak kita ketahui.
Jadi dalam pembicaraan kita tentang dzat/hakekat/essensi Allah yang dalam bahasa Yunani disebut sebagai “ousia” hanya misteri yang tak terpecahkan yang kita jumpai.