Selasa, 30 Juli 2013

Makna Hypostasis [Tritunggal Maha Kudus]

Oleh : Romo Yohanes Bambang, MTS.

Bagi Iman Kristen Orthodox Allah itu Esa karena Bapa itu Esa, sebagaimana dinyatakan oleh Kitab Suci :”…bagi kita hanya ada satu Allah saja yaitu Bapa…” (I Kor 8:6), dan yang juga diteguhkan oleh Pengakuan Iman Gereja : “…Satu Allah , Sang Bapa….”. Sehingga Sang Bapa itu pokok dan sumber di dalam diri Allah yang hidup maka Bapa itu bukan sekedar suatu keberadaan Ilahi tak berpribadi, namun Ia adalah Allah yang berpribadi, atau berhypostasis. Sedangkan “Firman” atau “Kalimatullah” di dalam Alkitab ditegaskan bahwa Firman Allah itu bukan hanya sekedar serangkaian bunyi dan suara yang memiliki makna dalam wujud kata dan kalimat, sebagaimana “firman/kata-kata” yang dimiliki manusia. Allah tidak sama dengan manusia, oleh karena itu FirmanNya pun tak sama dengan kata-kata manusia. Sementara kata-kata manusia adalah sesuatu yang tercipta dan benda mati namun Firman Allah itu disebut sebagai “Firman yang Hidup (I Yoh 1:1), karena memang “Dalam Dia/Firman itu ada hidup” (Yoh 1:4), sebab “…Anak/Firman mempunyai hidup dalam diriNya sendiri” (Yohanes 5:26). Itulah sebabnya Ia dapat menjadi sarana Theophania (“tajjali : penampakan Ilahi”) dan akhirnya dapat menjelma manusia yang hidup. Karena Firman itu Hidup maka Ia mempunyai kesadaran, dan karena mempunyai kesadaran Ia dapat dikasihi Allah (Yoh 17:24).


Keberadaan Firman Allah yang semacam inilah yang dikatakan bahwa Firman itu memiliki Hypostasis (“realita konkrit”). Demikian juga Roh Allah ini mempunyai ciri sebagai “Roh yang memberi hidup” (Roma 8:1), sebagaimana juga yang ditegaskan oleh Pengakuan Iman Gereja Orthodox, bahwa “Roh Kudus” itu adalah “Sang Pemberi Hidup”, maka ini berarti bahwa “Roh Allah”pun memiliki hidup itu sama seperti yang dimiliki Firman. Karena Roh itu sama seperti Firman Allah berada di dalam Diri Allah Yang Esa, dan Roh itu sama-sama memiliki Hidup seperti Firman, maka pastilah Hidup yang ada dalam Roh itu adalah Hidup yang sama, yaitu HidupNya Bapa seperti yang ada di dalam Firman juga. Jadi jelas dalam Allah itu hanya ada “Satu Hidup” saja yang Bapa itulah sumberNya hidup tadi. Ini makin menegaskan EsaNya Allah itu. Demikianlah sebagaimana Firman yang hidup itu memiliki “hypostasis” (“realita konkrit”) karena memiliki hidup, maka RohNyapun untuk alasan yang sama juga memiliki “hypostasis” (“realita konkrit”). Sehingga di dalam diri Allah yang Esa itu terdapat tiga hypostasis. Tiga hypostasis ini sama sekali tidak bisa dipisahkan karena melekat satu dalam diri Bapa, dan dalam dzat-hakekat Allah yang Esa, namun cirri-ciriNya dapat dibedakan.



Cirri-ciri Khas Hypostasis
Ciri-ciri khas yang membedakan dari ketiga hyspostasis (realita konkrit) di dalam diri Allah yang Satu itu adalah demikian :
Hypostasis Bapa sebagai wujud dari Allah yang Esa mempunyai ciri khas dari kekal azali sampai kekal abadi tak berpermulaan serta tak berpenghabisan. Ciri khas yang lain dari wujud Allah atau hypostasis “Bapa” adalah tidak diperanakkan oleh siapapun, namun ada dengan sendirinya. Namun karena dalam diri Bapa ini terdapat “FirmanNya”, maka dari kekal azali sampai kekal abadi “hypoastasis Bapa” atau “Wujud Allah” itu selalu mewahyukan “FirmanNya” di dalam DiriNya Yang Esa itu, dan proses “pewahyuan Firman Allah” (“tajjali Allah dalam sifat “Firman”Nya) di dalam hekekat Allah yang Esa inilah yang disebut bahwa bahwa “Bapa memperanakkan hypostasis Putra” Ini bermakna bahwa tidak ada waktunya dimana Bapa ini tidak mengenal diriNya melalui “pewahyuan FirmanNya” dalam diriNya Yang Esa, atau dengan kata lain tak ada waktunya “Bapa tidak memperanakkan Sang Putra”. Tanpa awal dan tanpa akhir Allah yang Esa selalu mengenal DiriNya di dalam FirmanNya (Mat 11:27) atau “Sang Bapa ini selalu memperanakkan hypostasis Putra” di dalam dzat hakekatNya yang Esa. Selanjutnya cirri khas dari “hypostasis Bapa” atau “Wujud Allah” itu adalah memiliki RohNya sendiri atau “Roh Kudus” yang sejak kekal azalai sampai kekal abadi berada satu dan melekat dalam dzat hakekat Allah yang satu itu ( I Kor 2:11), serta keluar dari Allah ini (Yoh 15:26). keluarNya Roh Kudus dari Allah di dalam dzat hakekatNya Yang Esa berlangsung dari kekal azali sampai kekal abadi, tanpa awal dan akhir. Dengan demikian cirri khas hypsostasis Bapa adalah Ia adalah prinsip ke-Esa-an didalam Diri Allah, Ia adalah Pokok dan sumber dari FirmanNya dan RohNya, karena Firman Allah dan Roh Allah itu berada satu di dalam dzat hakekat Allah yang satu, dan dariNya Firman Allah “diperanakkan” serta dariNya Roh Allah “keluar”.

Sedangkan ciri khas dari hypostasis Anak atau Firman Allah/Kalimatullah adalah Ia bersemayam dalam Allah Yang Esa sebagai Kalimatullah yang kekal. Namun melalui Firman ini juga keberadaan Allah yang tersembunyi itu dinyatakan, karena Allah mengenal diriNya atau ber”tajjali” di dalam FirmanNya ini. Sehingga Firman Allah ini dinyatakan sebagai “cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah” (Ibr 1:3), karena sebagai yang dinyatakan atau diperanakkan Bapa Ia jelas memiliki keberadaan sebagai “Gambar Allah” itu sendiri (Kol 1:15). “Diwahyukan” atau sebagai “Tajjali” Allah itulah cirri khas dari hypostasis Firman Allah itu. Inilah yang disebut dengan bahasa Theologis sebagai yang “diperanakkan dari Sang Bapa” sebelum segala zaman itu. Jadi ciri khas dari Firman Allah atau hypostasis Sang Putra itu adalah “diperanakkan dari Sang Bapa” ini. Karena Ia bukan wujud Allah namun Firman Allah ,maka Ia tidak dapat menjadi sumber keluarNya Roh Kudus, hanya Bapa atau hypostasis Wujud Allah saja yang menjadi sumber keluarNya Roh Kudus. Firman Allah ada sejak kekal karena Sang Bapa ada sejak kekal.

Sedangkan ciri khas daripada Roh Kudus sebagai hypostasis dari prinsip hidup dan kuasa di dalam Allah Yang Esa itu, adalah bahwa Ia bersemayam di dalam Diri Allah ( I Kor 2:10-11). Karena Roh Allah juga disebut “nafas Allah” (Maz 33:6), maka sebagai nafas Allah jelas Ia keluar dari Allah. Itulah sebabnya ciri khas Roh Kudus adalah bahwa Ia “keluar dari Bapa”, sesuai dengan pernyataan Alkitab “…Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa…” (Yoh 15:26), sebagaimana yang juga ditegaskan dalam Pengakuan Iman Gereja Orthodox : “…Roh Kudus …yang keluar dari Sang Bapa …” “KeluarNya” Roh Kudus dari Bapa ini tidak disebut “diperanakkan” sebagaimana keluarNya Firman Allah dari Bapa. Karena “Firman Allah” keluar dari Bapa. Karena “Firman Allah” keluar dari Allah sebagai sarana “tajjali” Allah sehingga Allah mengenal diriNya melalui FirmanNya ini, karena itula Firman Allah disebut “Gambar Allah”, dan sekaligus Anak Allah, karena seorang anak adalah gambaran dari bapanya, dengan demikian keluarNya ini disebut sebagai “diperanakkan”. Sedangkan Roh Kudus keluar dari Allah bukan menjadi sarana “tajjali” atau sarana pernyataan diri Allah, namun sebagai lingkup yang didalamNya “tajjali” Allah dalam FirmanNya itu dapat difahami, dimengerti, serta terlakssana. Jadi seolah-olah Roh Kudus adalah sebagai “tempat” yang memungkinkan terjadinya tajjali atau penyataan diri Allah di dalam FirmanNya kepada DiriNya sendiri itu.

Demikianlah ciri-ciri khusus dari masing-masing hypostasis dalam diri Allah Yang Esa, dan masing-masing cirri khas itu tidak dipunyai oleh hypostasis yang lain, dan tak bole dikacaukan. Hypostasis Bapa itu tidak diperanakkan juga tak memperanakkan secara biologis. Namun hypostasis Bapa itu “mewahyukan FirmanNya” dalam dan kepada diriNya dalam arti ini Bapa dikatakan “memperanakkan Sang Putra, dan karenma Bapa itu memiliki nafasNya atau prinsip hidupNya, maka sebagai nafas atau prinsip hidup itulah Bapa dikatakan sebagai sumber “KeluarNya Roh Kudus”. Sedangkan hypostasis Putra atau Firman Allah itu berciri diperanakkan yaitu diwahyukan atau sebagai sarana “tajjali” oleh Bapa. Dan hypostasis Roh Allah, atau Sang Roh Kudus itu bercirikan “keluar dari Sang Bapa”. Keadaan Allah yang demikian ini kekal adanya.