Oleh : Romo Yohanes Bambang,MTS
Jika dalam dzat-hakekatNya Allah itu tak dapat dimengerti manusia, dan melalui sifat-sifatNya saja manusia dapat mengerti tentang keberadaan Allah itu, maka dalam energiNya manusia dapat mengalami hadirat Allah itu.
Mengenai Energi Ilahi itu diajarkan demikian oleh Alkitab : Alkitab sebagaimana kita bahas diatas mengatakan :
“Tak seorangpun pernah melihat Allah…” (Yoh 1:18),
“…tidak seorangpun mengenal Bapa…” (Mat 5 11:27),
“O, alangkah dalamnya kakayaan hikmat dan pengetahuan Allah ! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan tak terselami jalan-jalanNya” (Rom 11:33),
“…tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat didalam diri Allah…” ( I Kor 2:11 ),
“…bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorang tak perna melihat Dia, dan memang manusia tak dapat melihat Dia” ( I Tim 6:16 ).
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa Allah tak pernah dikenal, tak pernah dilihat, tak terselidiki, tak terselami, tak diketahui apa yang ada di dalam DiriNya, tak terhampiri, serta tak dapat dilihat manusia. Pendek kata ayat-ayat diatas menunjukkan Allah itu tak dimengerti sama sekali keadaanNya oleh manusia. Allah itu begitu ghaib dan misteriusNya sehingga dijelaskan dengan kata-kata seperti itu. Namun demikian ada ayat-ayat lain dalam Alkitab yang mengatakan demikian :
“…Ia tidak jauh dari kita masing-masing. Sebab didalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada…” (Kis 17:27-28).
“…apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka…apa yang tidak nampak daripadaNya, yaitu kekuatanNya yang kekal dan keilahianNya, dapat nampak…dari karyaNya…” (Rom 1:19-20).
“Kudus, kudus kuduslah Tuhan semesta Alam, Seluruh Bumi Penuh KemuliaanNya” (Yes 6:3).
Dan masih banyak ayat-ayat lain yang serupa. Bertentangan dengan ayat-ayat di atas di mana dijelaskan bahwa Allah tak dikenal, tak dimengerti, tak terselami, tak nampak dan tak dapat dihampiri, ayat-ayat yang kita kutip ini menunjukkan justru sebaliknya. Disini Allah disebutkan sebagai yang tak jauh dari manusia masing-masing, manusia seolah olah berenang di dalam hadirat Allah sendiri, Allah Nampak dari karyaNya, dan kemuliaan Allah itu memenuhi seluruh bumi, yang berarti bumi itu dipenuhi dengan hadirat Allah.
Mengapa ada keberadaan yang seolah-olah kontradiksi ini mengenai Allah ? Ini bukan kontradiksi, namun dua cara hadirat Allah yang berbeda.
Yang diatas menjelaskan Allah dalam kehadiranNya pada DiriNya sendiri, yaitu pada Esensi, Hakikat, atau Dzat Ke-Allah-anNya sendiri, yaitu keilahian dan kekuatanNya yang kekal. Ini memang tak dimengerti oleh manusia.
Sedangkan kelompok kutipan yang kedua menjelaskan cara kehadiran Allah di antara makhlukNya (hidup, gerak, dan adanya manusia, karyaNya pada alam, serta seluruh bumi), dan kehadiran itu berwujud “KEMULIAAN” yang memenuhi bumi, sehingga manusia dapat hidup, bergerak dan ada, dan kemuliaan itu Nampak pada karya-karya Allah itu, artinya pada hasil aktivitas perbuatan Allah. Karena hasil aktivitas perbuatan Allah itu pada penciptaan alam semesta, dan di alam semesta itu pula hadir : “kemuliaan” dan “aktiivitas perbuatan Allah” itu identik adanya.
Demikianlah ayat-ayat yang mengatakan tentang keghaiban Allah diatas itu menunjukkan keberadaan Allah pada DiriNya sendiri yang memang tak dapat dimengerti manusia yaitu “Essensi, Hakekat” (Dzat!!!, bukan zat yang terdiri dari padat, cair, dan gas) Allah sendiri, dan ayat-ayat yang menyatakan tentang kehadiran Allah di dunia yang dapat dialami manusia itu menunjuk kepada “Aktivitas perbuatan Allah” atau “Kemulian Allah” yaitu “Energi Allah” atau “Energi Ilahi” adalah kehadiran Allah pada DiriNya sendiri, atau hakekat Allah itu sendiri, dan “Energi Ilahi” adalah kehadiran Allah ditengah-tengah ciptaanNya, yaitu aktivitas perbuatanNya di luar “Essensi”Nya. Namun kedua-duanya adalah kehadiran yang nyata dari Allah itu sendiri.
“Energi Ilahi” bukanlah sesuatu yang diciptakan Allah, namun “energi tak tercipta” yang mengalir keluar dari dalam esensi itu sendiri.
Manusia tak dapat mengalami Allah dalam EssensiNya sebab itu mustahil, namun dapat mengalaminya melalui “Energi” atau “Kemuliaan”Nya ini, seperti yang kita lihat dari ayat-ayat Alkitab diatas.
Bahwa “kemuliaan Allah” itu adalah “Energi Allah” yang dilaksanakan oleh Firman/Anak dan RohNya/Roh Kudus ini diajarkan Alkitab demikian, terutama dalam kaitannya dengan kebangkitan Yesus Kristus, karena pengalaman kita akan Energi Ilahi ini terkait dengan pengalaman penebusan dalam Kristus, sedangkan yang kita kutip diatas adalah Energi Ilahi dalam kaitannnya dengan pemeliharaan ciptaan secara umum :
“…Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh KEMULIAAN BAPA…” (Rom 6:4).
Ayat ini menjelaskan dengan tegas bahwa “Kemuliaan Bapa” itu bukan sekedar konsep yang abstrak, namun betul-betul kekuatan atau daya kuasa , yaitu “Energi” yang dapat mengalahkan kematian dan menyatakan hidup kekal, yaitu hidup yang tak berkematian. Padahal “Kekekalan” itu sesuatu yang tak tercipta, berarti “kemuliaan” yang mempunyai kuasa untuk mengalahkan kematian dan memberikan hidup yang kekal ini pasti kekal pula. Berarti “kemuliaan Bapa” ini adalah sesuatu yang Tak Tercipta, namun kekal berasal keluar dari dalam Diri Bapa sendiri.
“…Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati…akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh RohNya, yang diam di dalam kamu” (Rom 8:11).
Ayat ini menjelaskan bahwa kebangkitan yang tadinya dikatakan dilakukan oleh “Kemuliaan Bapa” itu ternyata sekarang dilakukan oleh “Roh Allah”. Namun Roh Allah itu jelas tidak identik dengan “Daya Kuasa” atau “Daya Aktif” yaitu “Kemuliaan Bapa” itu.
Ajaran Saksi Yehuwa yang menolak Tritunggal Kudus, mengatahkan bahwa Roh Kudus itu adalah “Daya Aktif” Allah atau menurut bahasa Alkitab, yang dibawah nanti akan kita buktikan disebut sebagai “Energi Ilahi” atau “Energi Allah”. Mereka kacau antara “Energi Ilahi” yang menjadi milik dari Bapa, oleh FirmanNya didalam RohNya, itu dengan Roh Allah sendiri ini. Roh Allah memang “keluar” dari Allah (Yoh 15:26) namun bukan Daya Aktif Allah, sebab Firman Allah/Anak Allahpun “keluar” dari Allah (Yoh 8:42), namun Dia juga bukan disebut sebagai “Daya Aktif” Allah bahkan oleh Bidat Saksi Yehuwapun.
Sebab “Daya Aktif” itu menunjukkan pada “Aktifitas Perbuatan” sedangkan Roh Allah karena Ia itu ber-Hypotasis maka Ia adalah pribadi yang dapat “berdoa” (Rom 8:26), “Menyelidiki Diri Allah” (I Kor 2:10), “mencegah” dan “tidak mengizinkan” (Kis 16:6-7), “dibohongi” (Kis 5:3), “didukakan” (Ef 4:30). Sifat-sifat pribadi yang mana tak dimiliki oleh “kemuliaan” atau “energi” atau “daya aktif” Allah itu.
Jadi Roh Allah itu berbeda dengan daya aktif Allah atau “kemuliaan Bapa” ini. Namun Roh Allah inilah yang melaksanakan gerak dari energi Ilahi itu, sebagaimana yang dikatakan mengenai karunia-karunia Roh Kudus dalam I Kor 12. Karunia-karunia Roh Kudus itu dinyatakan sebagai “Kharismatoon” (I Kor 12:14) sebagai pemberian dari Roh Kudus, namun dinyatakan sebagai “diakonioon” (I Kor 12:5) dalam dampak yang dilakukannya di dalam Gereja, sedangkan dalam dirinya sendiri yang berasal dari Allah disebut sebagai “Energhematoon” serta Allah sendiri disebut sebagai “Ho Energhoon” atau “Yang Meng-Energi-kan/mengerjakan” (I Kor 12:6). Berarti ‘’Kharisma Roh Kudus’’ itu adalah “Energhima” atau “Hasil dari Energi” yang berasal dari Allah, dilayankan (diakonia) untuk dan atas Nama Tuhan Yesus Kristus, serta dikaruniakan (Kharisma) oleh Roh Kudus,. Sebab mengenai fungsi Roh Kudus itu dinyatakan : “Tetapi semuanya ini (yaitu: khrisma-kharisma Roh Kudus, sebagai “energihima” Allah) dikerjakan (energhei) kai to auto pneuma (oleh Roh yang satu dan yang sama itu juga)…” (I Kor 12:11). Ayat-ayat ini jelas mengatakan bahwa “energi Allah” atau “kharisma Roh Kudus”, itu di “energikan” oleh Roh Kudus. Berarti Roh Kudus berbeda dengan “Energi Ilahi”. Roh Kudus adalah yang menjalankan atau melaksanakan atau mengerjakan Energi Ilahi itu di dalam kehidupan makhluk. Oleh karena itu “kemuliaan Bapa” yang membangkitkan Yesus itupun, “dienergikan” oleh Roh Kudus, sehingga Roh Kudus dikatakan sebagai yang membangkitkan Yesus Kristus.
Kristus mengatakan; “Bapa mengasihi Aku” oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun yang mengambilnya dari padaKu (artinya, Yesus tidak mati karena terpaksa atau karena keharusan mati seperti layaknya manusia lainnya), melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri (artinya, Dia bebas dan berkuasa untuk menghendaki kapan Dia mati, atau juga kapan untuk tidak mati sama sekali). Aku berkuasa memberikannya (artinya, Dia mempunyai kuasa/kedaulatan untuk dapat mati atau untuk tidak dapat mati), dan berkuasa mengambilnya kembali (artinya, jika Dia matipun Dia punya kuasa dan kedaulatan untuk membangkitkan DiriNya sendiri lagi)” (Yoh 10:17-18).
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa Yesus itu yang memiliki Kuasa untuk membangkitkan DiriNya sendiri “Kuasa” apa ini ? Inilah Kuasa yang sama, seperti “kemuliaan Bapa” dan kuasa kebangkitan yang dilakukan oleh Roh Kudus juga. Berarti Allah (Bapa), Firman (Anak, Yesus Kristus), dan Roh Kudus (Roh Allah) itulah yang membangkitkan kemanusiaan Yesus Kristus (Firman Menjelma) dari kematian oleh “Kemuliaan Bapa” yaitu “Energi Allah” itu keluar dari Bapa, melalui Firman Nya serta RohNya sekaligus. “Energi Allah” itu keluar dari Bapa, melalui Firman/Anak di dalam Roh Kudus datang kepada makhluk terutama manusia.
Bahawa “kemuliaan Bapa” yang membangkitkan Yesus Kristus itu adalah “Energi Allah” dikatakan demikian oleh Alkitab :
“…dan betapa hebat kuasaNya (tees dynameoos autou) bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasaNya (kata teen energheian tau kratos tees iskhyos autou = menurut energi dari kuasa kekuatanNya), yang dikerjakanNya (heen eneergheesen = yang dienergikan) di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati…” (Ef 1:19-20).
Menurut ayat ini "kuasa yang bekerja didalam kita", adalah kuasa yang sama yang perna bekerja dalam membangklitkan Yesus Kristus dari antara orang mati. Dan kuasa itu bekerja “menurut energi dari kuasa kekuatanNya”. Berarti Energi Ilahi”lah yang bekerja dalam “meng-energi-kan” kebangkitan Yesus Kristus, dan Energi Ilahi yang sama ini yang sekarang bekerja di dalam kita.
Berarti kita mengalami Allah melalui “Energi Ilahi” ini oleh karya Roh Kudus, didalam nama Yesus Kristus. Karena yang membangkitkan Yesus Kristus itu adalah “kemuliaan Bapa”, namun juga “Menurut Energi” Allah berarti, “Kemuliaan Bapa” itu tak lain adalah “Energi Allah” sendiri. Disamping “Kemuliaan Bapa” atau “Energi Ilahi” tak tercipta ini dapat melakukan perbuatan-perbuatan mukjizat, energi ilahi ini juga menampakkan diri dalam nama aslinya sebagai “Kemuliaan” yaitu “cahaya yang bersinar” sebagaimana yang dikatakan :
“…Yesus berubah rupa..wajahNya bercahaya seperti matahari dan pakaianNya menjadi putih bersinar seperti terang …”(Mat 17:2)
“…Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaianNya sangat putih berkilat-kilat…” (Mark 9:2-3)
“Ketika sedang berdoa, rupa wajahNya berubah dan pakaianNya menjadi putih berkilauan-kilauan…” (Luk 9:29)
Dan pengalaman perubahrupaan Yesus ini dinyatakan oleh Petrus yang melihatnya sendiri sebagai “kehormatan dan kemuliaan dari Allah” (II Pet 1:17-18), yang akan nampak juga nanti pada waktu kedatanganNya (II Pet 1:16). Padahal kedatangan itu adalah kedatangan dalam “kemuliaan” (Kol 3:4), yang tak lain adalah berwujud cahaya atau api yang menyala-nyala (II Tes 1:7).
Berarti cahaya seperti matahari, yang putih bersinar seperti terang berkilat-kilat dan berkilauan-kilauan itu tak lain adalah wujud penampakan diri dari kemuliaan Allah sendiri yang tak lain adalah penampakan dari “Terang Tak Tercipta” atau “Energi Ilahi”. Dan “Terang Tak Tercipta” inilah yang nanti akan menampakkan Diri pada kerajaan Bapa atas orang-orang beriman, yang akan bercahaya seperti matahari. (Mat 13:43). Inilah yang disebut pemulihan atau dalam Iman Kristen Orthodox disebut sebagai “Theosis” atau pengilahian yaitu “ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi” (II Pet 1;4).
Namun juga yang dapat dialami sekarang oleh para Orang Kudus, sebagai “Pengalaman Terang Tak Tercipta” namun yang bukan “Theosis” itu sendiri baik sebagai sinar yang dilihat sebagai kemuliaan ilahi (Kis 7:55-56, 9:3-6, Wah 1:12-16), dan beberapa pengalaman Theofani Perjanjian Lama maupun cahaya yang bersinar dari dalam tubuh mereka seperti halnya pemuliaan Yesus diatas gunung itu (Kis 7:15, Kel 33:33). Inilah yang dialami oleh para Kudus dalam Gereja itu. Jadi energi ilahi ini adalah “kasih karunia” (kharis) dari Allah sendiri, yang mengalir keluar dari Essensi Ilahi, yang disalurkan kepada kita oleh Karya Kalimatullah di dalam Roh Kudus sendiri.
“Kasih Karunia” dalam Gereja Orthodox adalah “energi ilahi” yang bekerja di dalam diri orang beriman akibat manunggal dalam iman kepada kemanusiaan Yesus Kristus yang telah dimuliakan di sorga itu. Jadi dalam Iman Kristen Orthodox “kasih karunia” itu dimengerti secara dinamis. Dari luar “kasih karunia” adalah hadiah cuma-Cuma dari Allah yang menerima manusia berdosa menjadi orang-orang kudus akibat karya korban dan kebangkitan Yesus Kristus, tanpa memperhitungkan pelanggaran-pelanggaran mereka di masa lalu.
Namun “kasih karunia” itu juga “energi ilahi” yang bekerja didalam manusia percaya akibat karya Roh Kudus untuk secarah fakta menjadikan manusia berdosa itu betul mengalami pengudusan sehingga ia menjadi orang kudus bukan hanya dalam status dan posisi saja, namun juga dalam realita, sehingga ia mencapai “theosis” tadi.
Jadi manunggal kepada Allah itu bukan berarti melebur kedalam “essensi ilahi” secara “pantheitis” sebagaimana yang dimengerti agama Hindu atau Kebatinan Jawa, namun menunggal dalam kemuliaan atau energi Allah. Dalam “energi Allah” inilah manusia betul-betul mengalami panunggalan dengan Allah itu melalui Iman kepada Yesus Kristus di dalam Roh Kudus.